Feeds:
Pos
Komentar

TUGAS SIA 3

TUGAS I
Beberapa orang berpendapat bahwa akuntan seharusnya memusatkan perhatian hanya pada laporan keuangan dan memberikan urusan desain serta persiapan laporan manajerial pada spesialis system informasi. Apa sajakah kelebihan dan kelemahan pendapat ini?? Sejauh manakah akuntan seharusnya terlibat dalam pembuatan laporan yang melibatkan berbagai hal di luar ukuran keuangan, yang dipergunakan untuk mengukur kinerja?? Mengapa demikian ??

Kelebihannya :
Dimana akuntan dapat mengerjakan tugasnya secara optimal, efektif dan efisien, karena memang sudah seharusnya seorang akuntan bekerja dalam bidang laporan keuangan. Apabila ia diberikan tugas lain diluar kemampuannya, belum tentu ia dapat mengerjakan. Setidaknya bisa memakan waktu yang lebih lama dibanding keahlinya.

Kelemahannya:
Apabila seorang akuntan tersebut memiliki keahlian lain di luar bidangnya, mungkin saja akuntan tersebut dapat menggunakan waktu luangnya dengan mengerjakan hal lain yang dia mampu kerjakan diluar tugas yang seharusnya.
Sejauh yang ia mampu, dan itupun tidak menyepelekan tugas yang ia kerjakan seharusnya, karena apabila ia merangkap pekerjaannya dengan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan orang lain, ia takkan bisa menghemat waktu, maka dalam setiap perusahaan diharuskan merekrut karyawan yang memang ahli dalam bidang- bidang yang mereka kuasai. Agar mereka bertanggung jawab atas pekerjaan yang mereka lakuakan, karena di situlah kinerja seorang karyawan dinilai.

TUGAS II
Pembagian tugas secara efektif kadang-kadang tidak layak secara ekonomis pada bisnis kecil. Elemen-elemen pengendalian internal apa yang menurut anda dapat mengimbangi ancaman tersebut ?
1. Kinerja
Kinerja tidak hanya berkaitan dengan masalah ukur‐mengukur, namun juga mencerminkan rasa tanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dijalankan. Akuntabilitas atas amanah yang dibebankan merupakan salah satu bentuk ideal pola kerja. Setiap jenis pekerjaan mempunyai fungsi masing‐masing, dan setiap individu dibelakang fungsi tersebut ia juga memiliki tanggung jawab untuk menajalankan fungsi atau tugasnya dengan baik.
2. Terpadu
Bermakna usaha untuk mencapai keselarasan diantara semua bagian dalam organisasi sehingga tercipta suatu sinergi.
3. Berkesinambungan
Bermakna bahwa terdapat tujuan masa depan yang ingin digapai oleh organisasi.

TUGAS III
Secara teoritis, suatu prosedur pengendalian perlu digunakan jika keuntungannya melebihi biayanya. Jelaskan cara memperkirakan keuntungan dan biaya dari pengendalian berikut ini :
1. Pemisahan tugas
Keuntungan dari pengendalian ini, yaitu:
Dapat menghemat waktu dan tak tercampur tugas lainnya, dimana setiap individu memiliki tugasnya masing-masing yang harus dikerjakan. Setiap individu pun memiliki keahlian masing-masing agar pekerjaan mereka sesuai dengan target yang ditentukan. Apabila satu tugas di campur dengan tugas yang lain maka akan memakan banyak waktu dan biaya, terlebih lagi apabila yang mengerjakanya bukan ahlinya dalam bidang itu, resiko kesalahan akan semakin besar.

2. Prosedur perlindungan data
Begitu pula dengan prosedur perlindungan data, keuntungannya yaitu mempermudah dalam pencarian data, dimana setiap tugas atau data sudah ada pada tempatnya masing, lagi – lagi dapat menghemat waktu dan efektif dalam mengerjakan tugas – tugas yang diberikan.

1. Ketika anda kebioskop, anda membeli tiket yang sudah diberi nomor dari loket atau kasir tiket tersebut. Kemudian diberikan keorang lain dipintu masuk bioskop. Ketidakberaturan jenis apa yang ingin dihindari oleh bioskop? Pengendalian apa yang digunakan untuk menghindari ketidakberaturan tersebut? Resiko dan pajanan apa yang dapat anda identifikasi.
2. Pembagian tugas secara efektif terkadang tidak layak secara ekonomis pada bisnis kecil. Berikan pendapat mengenai pernyataan tersebut.

Jawaban:

1. Sewaktu anda masuk ke bioskop anda akan melihat daftar film yg ingin anda tonton, lalu anda menghampiri kasir untuk membeli tiket nonton dan memilih jenis film lalu kita akan memilih nomor tempat duduk,keadaan tersebut dilakukan supaya seseorang tidak seenaknya berpindah pindah / duduk ditempat duduk yang telah ditentukan dan di beri nomor,sehingga penonton tidak keliru tempat duduk dan supaya si penonton nantinya tidak takut jika tidak kebagian tempat duduk.
Jika tidak ada nomor tempat duduk pasti akan timbul kekacauan didalam bioskop sehingga si penonton akan merasa sangat terganggu dan kemungkinan si penonton akan kesal dan mungkin tidak kembali lagi / menonton di bioskop itu sehingga bioskop itu akan mengalami kerugian
2. Pembagian tugas secara efektif itu baik untuk dilaksanakan dan di terapkan,tapi untuk bisnis kecil saya pikir tidak baik karena akan berpengaruh pada pendapatan usaha kita, usaha yang baru di mulai biasanya pendapatannya belum terlalu besar jadi pembagian tugas baiknya tetap dilakukan tetapi jangan terlalu banyak karyawan agar bisa mendapatkan laba yang maksimal dan dapat memperlancar usaha kita.

TINJAUAN MENYELURUH SIA
KONSEP DASAR SISTEM
SUATU SISTEM DAPAT DIDEFINISIKAN SEBAGAI SUATU KESATUAN YANG TERDIRI DARI DUA ATAU LEBIH KOMPONEN ATAU SUBSISTEM YANG BERINTERAKSI UNTUK MENCAPAI TUJUAN.
CONTOH : -SISTEM KOMPUTER
-SISTEM PEMBELAJARAN
SISTEM DAPAT TERDIRI DARI SISTEM-SISTEN BAGIAN (SUBSYSTEM)
CONTOH : SISTEM KOMPUTER YANG TERDIRI DARI SUBSISTEM PERANGKAT KERAS DAN PERANGKAT LUNAK. SUBSISTEM PERANGKAT KERAS (HARDWARE) TERDIIRI DARI ALAT MASUKAN, ALAT PEMROSES, ALAT KELUARAN DAN SIMPANAN LUAR.
KOMPONEN SIA
• Orang-orang
• Prosedur-prosedur
• Data
• Software
• Infrastruktur Teknologi Informasi
Tiga Fungsi Penting SIA dalam Organisasi
• Mengumpulkan dan Menyimpan data tentang Aktivitas – aktivitas yang dilaksanakan oleh Organisasi agar pihak manajemen, pegawai dan pihak pihak luar yang berkepentingan dapat meninjau ulang hal-hal yang telah terjadi
• Mengubah data menjadi Informasi yang berguna bagi pihak manajemen untuk membuat keputusan dalam aktivitas perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
• Menyediakan pengendalian yang memadai untuk menjaga aset –aset organisasi termasuk data organsiasi, untuk memastikan bahwa data tersebut tersedia saat dibutuhkan, akurat dan andal
INFORMASI YANG DIHASILKAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
TERDIRI DARI
• NERACA
• LAPORAN LABA/RUGI
• LAPORAN PERUBAHAN MODAL
• LAPORAN ARUS KAS
PENGGUNA OUTPUT SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
• PIMPINAN PERUSAHAAN
• PEMILIK PERUSAHAAN
• PEGAWAI
• KREDITUR
• INVESTOR / CALON INVESTOR
• PEMERINTAH
• PENDUDUK
KARAKTERISTIK INFORMASI YANG BERGUNA BAGI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
 RELEVAN
 HANDAL
 LENGKAP
 TEPAT WAKTU
 DAPAT DIPAHAMI
 DAPAT DIVERIFIKASI

DEFINISI AKUNTANSI
• AICPA (AMERICAN INSTITUTE OF CERTIFIED PUBLIC ACCOUNTANS)
AKUNTANSI ADALAH SUATU SENI PENCATATAN, PENGELOMPOKKAN DAN PENGIKHTISARAN MENURUT CARA YANG BERARTI DAN DINYATAKAN DALAM NILAI UANG, SEGALA TRANSAKSI DAN KEJADIAN YANG SEDIKIT-DIKITNYA BERSIFAT FINANSIAL DAN KEMUDIAN MENAFSIRKAN HASILNYA.

• DEFINISI MENURUT AAA (AMERICAN ACCOUNTING ASSOCIATION)
AKUNTANSI SEBAGAI PROSES YANG MELIPUTI IDENTIFIKASI, PENGUKURAN DAN PENGKOMUNIKASIAN INFORMASI EKONOMI, YANG MEMUNGKINKAN PENILAIAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG BERHARGA OLEH PENGGUNA INFORMASI.
• REVISI AICPA
AKUNTANSI ADALAH AKTIVITAS JASA YANG BERFUNGSI UNTUK MENGHASILKAN INFORMASI YANG BERSIFAT ANGKA, TERUTAMA TENTANG FINANSIAL, DARI SUATU UNIT ENTITAS EKONOMI, YANG DIMAKSUDKAN UNTUK DAPAT BERGUNA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN EKONOMI, DALAM MENENTUKAN PILIHAN YANG DIANGGAP MEMILIKI DASAR YANG KUAT DIBANDINGKAN JIKA KITA MENGAMBIL PILIHAN YANG LAIN.
• MENURUT KAPLAN & NORTON
AKUNTANSI DIARTIKAN SUATU SISTEM INFORMASI YANG MERUPAKAN BAGIAN DARI SISTEM BISNIS KESELURUHAN DI ERA INFORMASI. AKUNTANSI DIBUTUHKAN DISETIAP DENYUT BISNIS DI ERA INFORMASI.
• AKUNTANSI MENJADI MULTIDIMENSI DILIHAT DARI BERBAGAI PERSPEKTIF
AKUNTANSI SEBAGAI IDEOLOGI, BAHASA, CATATAN HISTORIS, REALITAS EKONOMI, SISTEM INFORMASI, KOMODITI, PERTANGGUNG JAWABAN DAN TEKNOLOGI.

TAHAP TAHAP TEKNIK AKUNTANSI
 PENCATATAN TRANSAKSI – TRANSAKSI
 PENGELOMPOKAN TRANSAKSI – TRANSAKSI
 PENGIKHTISARAN TRANSAKSI- TRANSAKSI

DEFINISI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI ADALAH SUATU KERANGKA KERJA YANG TERINTEGRASI PADA SUATU ENTITAS YANG MELIBATKAN SUMBER DAYA UNTUK MENTRANSFORMASIKAN DATA EKONOMI KEDALAM BENTUK INFORMASI KEUANGAN YANG DIGUNAKAN UNTUK
• MEMBENTUK OPERASI DAN AKTIFITAS DALAM LEMBAGA
• MENYEDIAKAN INFORMASI TENTANG ENTITAS TERSEBUT
SIA MELAKSANAKAN EMPAT TUGAS DASAR PENGOLAHAN DATA
• PENGUMPULAN DATA
• MANIPULASI DATA MELIPUTI
• PENGKLASIFIKASIAN
• PENYORTIRAN
• PENGHITUNGAN
• PENGIKTISARAN
• PENYIAPAN DATA
• PENYIAPAN DOKUMEN
• OLEH SUATU TINDAKAN CONTOH FAKTUR
• OLEH JADWAL WAKTU CONTOH LAPORAN KEUANGAN
MENGAPA MEMPELAJARI SIA
• SIA yang efektif penting bagi keberhasilan jangka panjang organisasi manapun.
• Mempelajari SIA adalah Hal yang penting dalam Akuntansi
– Pemakaian Informasi didalam pengambilan keputusan
– Sifat, Desain, Pemakaian dan Implementasi SIA
– Pelaporan Informasi Keuangan
• Matakuliah SIA melengkapi matakuliah sistem lainnya.

KARAKTERISTIK SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
• MELAKSANAKAN TUGAS YANG DIPERLUKAN
• BERPEGANG PADA PROSEDUR YANG RELATIF STANDAR
• MENANGANI DATA YANG RINCI
• TERUTAMA BERFOKUS HISTORIS
• MENYEDIAKAN INFORMASI PEMECAHAN MASALAH MINIMAL
KONTRIBUSI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
SIA BERKONTRIBUSI PADA PEMECAHAN MASALAH DENGAN MENGHASILKAN LAPORAN – LAPORAN STANDAR YANG MENGIKHTISARKAN KONDISI FINASIAL PERUSAHAAN DAN MENYEDIAKAN DATABASE YANG DIGUNAKAN OLEH SUBSISTEM CBIS YANG LAIN
JENIS – JENIS
SISTEM INFORMASI BERBASIS KOMPUTER
 SISTEM INFORMASI AKUNTANSI
 SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (MIS)
 SISTEM INFORMASI EKSEKUTIF
 SISTEM INFORMASI PEMASARAN
 SISTEM INFORMASI KEUANGAN
 SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA MANUSIA
 SISTEM INFORMASI PENUNJANG KEPUTUSAN (DSS)
 SISTEM PAKAR (ES)
 OFFICE AUTOMATION (OA)
TUGAS
Studi Kasus PT. Maju
Diketahui Data – data keuangan PT. Maju Per 31 Desember 2001
sebagai Berikut :
• Kas : 6.000.000
• Piutang : 2.000.000
• Perlengkapan Kantor : 3.000.000
• Peralatan Kantor : 4.000.000
• Pendapatan Bunga : 3.000.000
• Tanah : 5.000.000
• Hutang Usaha : 5.000.000
• Sewa dibayar dimuka : 1.500.000
• Modal Maju : 6.000.000
• Pendapatan komisi : 11.000.000
• Hutang Gaji : 2.000.000
• Biaya Iklan : 1.000.000
• Biaya Listrik : 2.500.000
• Prive Maju : 2.000.000
• Diminta :
Buatlah Laporan Keuangan :

Tugas Kasus PT. Makmur
Diketahui Data – data keuangan PT. Makmur Per 31 Desember 2002
sebagai Berikut :
• Kas : 6.200.000
• Piutang Dagang : 2.240.000
• Hutang Dagang : 1.800.000
• Perlengkapan Kantor : 265.000
• Bunga dibayar dimuka : 50.000
• Peralatan Kantor : 6.600.000
• Hutang Wesel : 3.000.000
• Modal PT. Makmur : 10.000.000
• Pendapatan Komisi : 5.700.000
• Pendapatan Sewa : 180.000
• Biaya Perlengkapan : 3.900.000
• Biaya Pemeliharaan : 80.000
• Biaya Iklan : 395.000
• Sewa dibayar dimuka : 900.000
• Biaya Telepon : 50.000
Diminta :
Buatlah Laporan Keuangan

JAWABAN:
PT MAJU
NERACA
Aktiva Hutang & Modal
D K D K
Kas 6000000 Hutang usaha 5000000
Piutang 2000000 Hutang gaji 2000000
Perlengkapan kantor 3000000 7000000
Peralatan kantor 4000000 Modal maju 6000000
Sewa ddm 1500000
Tanah 5000000 Pendapatan bunga 3000000
Pendapatan Komisi 11000000
Biaya iklan 2000000 14000000
Biaya listrik 2500000 27000000
3500000
Prive 2000000
27000000

Laba / Rugi
Pendapatan
Pendapatan bunga 3000000
Pendapatan komisi 11000000
14000000
Biaya iklan 1000000
Biaya listrik 2500000
3500000
Laba 10500000

Perubahan modal
Modal maju 6000000
Laba 10500000
Prive 2000000
8500000
Modal akhir 14500000

PT MAKMUR
Laporan laba/rugi

Pendapatan komisi 5700000
Pendapatan sewa 180000
5880000
Biaya perlengkapan 3900000
Biaya pemeliharaan 80000
Biaya iklan 395000
Biaya telpon 50000
4425000
Laba bersih 1455000

Laporan Perubahan Modal

Modal PT makmur 10000000
Laba 1455000
Prive _
1455000
Modal PT makmur 11455000

Laporan Neraca

Aktiva Kewajiban dan modal

Kas 6200000 Hutang dagang 1800000
Piutang dagang 2240000 Hutang wesel 3000000
Perlengkapan kantor 264000 Modal akhir PT makmur 11455000
Bunga ddm 50000 16255000
Sewa ddm 900000
Peralatan kantor 6600000
16255000

TUGAS PENGAMATAN

Pengamatan lingkungan
Perumnas 3 JL irian jaya raya RT 01/06 sebagian warga setempat akan mengadakan perjalanan keluar kota, tepatnya di purworejo pada tanggal 15 mei 2010. Ketua RT 01/06 akan mengadakan pesta pernikahan anaknya yang ke-2. Beliau mengundang sebagian warganya untuk turut hadir pada pesta pernikahan tersebut.
Identifikasi masalah
Pada awal tahun 2010, ketua RT didaerah tempat tinggal saya, tepatnya di perumnas 3 Rt 01/06 merencanakan sebuah undangan pernikahan putranya. Undangan tersebut akan diselenggarakan di Purworejo, Jawa Tengah. Beliau mengundang seluruh warga RT 01 untuk dapat hadir pada acara resepsi pernikahan putranya tersebut. Tetapi tidak semua warga RT01 dapat menghadiri undangan tersebut, dikarenakan pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan. Beliau mempunyai rencana akan menyiapkan sebuah armada bus untuk warga yang ikut ke pesta pernikahan tersebut dan juga penginapan.
Analisa dari identifikasi di atas
Dengan seiringnya berjalannya waktu, terdengar informasi dari berbagai warga, bahwa hampir semua warga yang ikut undangan tersebut akan menggunakan mobil pribadi masing-masing, dengan alasan ingin sambil berjalan-jalan ke daerah pariwisata seperti candi Borobudur di daerah jogja, keraton Surakarta di solo, dan lain-lain. Walaupun begitu ada beberapa warga yang tidak punya mobil pribadi ingin juga hadir dalam pesta pernikahan tersebut.
Pemecahan permasalahan/ pencarian solusi
Tepat satu minggu sebelum pemberangkatan, semua warga saling konfirmasi, bagaimana persiapan mereka untuk dapat berangkat? Untuk mobil pribadi, Bebas, karena ada satu mobil memuat satu keluarga saja, ada beberapa mobil yang memuat 2 keluarga, dan ada pula yang menyewa mobil dengan biaya sendiri yang penting tepat sampai di tempat tujuan pada tanggal 15 mei 2010 jam 11.00 WIB di purworejo, jawa tengah.

Sedikit dari pengetahuan saya yang saya dapat dari internet adalah 2 waktu tidur yang dilarang oleh rasulullah saw. Kita tahu bahwa tidur adalah sesuatu yang dapat memotifasi atau bisa di bilang memicu semangat dalam kehidupan kita. Karena dengan kita beristirahat dengan cara tidur maka badan kita akan menjadi segar dan semangat kembali. Badan atau tubuh yang lelah harus segera kita istirahatkan demi kelancaran saluran darah kita dan agar organ-organ tubuh kita menjadi sehat. Tetapi posisi tidurpun juga harus benar, jika posisi tidur tidak benar maka akan berakibat fatal bagi tubuh kita. Menurut saya posisi tidur yang benar adalah dengan cara telentang, klo anda?????……

Kita kembali ke topic utama, dalam islam, semua perbuatan bisa menjadi ibadah. Begitu pula saat kita tidur bisa juga menjadi ibadah, seperti yang dicontohkan oleh rasulullah saw. Dalam Al-Quran, ALLAH swt pun juga memerintahkan kita untuk tidur. Tetapi ada 2 waktu tidur yang tidak dianjurkan oleh Rasullullah saw.

Yang pertama adalah tidak boleh tidur pada pagi hari terutama setelah Shalat Subuh. Dari Sakhr bin wadi’ah Al-Ghamadi radliyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda:
“Ya, ALLAH, berkahilah bagi ummatku pada pagi harinya”(HR.Abu dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752) Ibnul-Qayyim telah berkata tentang keutamaan awal hari dan makruhnya menyia-nyiakan waktu dengan tidur, dimana beliau berkata:
“Termasuk hal yang makruh bagi mereka (orang shalih) adalah tidur antara shalat shubuh dengan terbitnya matahari, Karena waktu itu adalah waktu yang sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung sekali mengenai pemanfaatan waktu tersebut dari orang-orang shalih, sampai-sampai walaupun mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirahat pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena ia adalah awal hari dan sekaligus kuncinya. Ia merupakan waktu turunnya rizki, adanya pembagian, turunnya keberkahan, dan darinya hari itu bergulir dan mengembalikan segala kejadian hari itu saat yang mahal tersebut. Maka tidurnya pada saat itu seperti tidurnya orang yang terpaksa”

Yang kedua adalah tidur sebelum Shalat Isya’. Mayoritas hadits-hadits Nabi menerangkan makruhnya tidur sebelum shalat isya’. Oleh sebab itu At-Tirmidzi menyatakan “ Mayoritas ahli ilmu menyatakan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya. Dan sebagian ulama lainnya memberi keringanan dalam masalah ini. Abdullah bin Mubarak mengatakan “ Kebanyakan hadits-hadits Nabi melarangnya, sebagian ulama memperbolehkan tidur sebelum shalat isya’ khusus di bulan Ramadhan saja.”

Begitulah pendapat saya mengenai dua waktu tidur yang dilarang Rasul. Semoga pendapat ini bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua. AMIN….

Demokrasi mempunyai arti suatu wujud system pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh suatu Negara. Sebenernya saya juga tidak begitu mengenal demokrasi di zaman era globalisasi saat ini, demokrasi pancasila terutama, pendek kata pemerintahan harus mementingkan kesejahteraan rakyat, dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Tetapi pernyataan tersebut sepertinya hanyalah omong kosong belakang.
Kita lihat pada zaman sekarang, banyak sekali pejabat-pejabat negara yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan golongannya. Apakah mereka sudah mencerminkan kebijakan pemerintah??? Apakah mereka tau kalau SEMUA rakyat sudah dapat menyingkapi kebijakan pemerintah tersebut??? Apakah mereka dapat merasakan penderitaan rakyat-rakyat yang tidak mampu di pinggiran ibu kota negara kita yaitu Jakarta yang selama ini kebanyakan pejabat-pejabat negara banyak yang tinggal di Jakarta tapi mereka tidak pernah melihat yang namanya tayangan Uang kaget, atau Toloooong…. Atau kejamnya dunia…. Coba anda tanyakan kepada para pejabat, pastinya mereka akan menjawab (“mereka orang-orang yang malas untuk bekerja”) atau alasan lainnya. Itu bukanlah sebuah kemalasan bagi si rakyat tapi kemalasan pemerintah untuk terjun langsung ke rakyat. Bagaimana negara ini bisa maju kalau rakyatnya tidak berdaulat dan makmur. Menurut penulis di internet, ada 3 kelemahan demokrasi yaitu sebagai berikut:
1. Haram
2. Di amerika yang ikut pemilu kurang dari 50%, di Indonesia sendiri, SBY pada putaran pertama hanya dipilih oleh kurang dari 20% penduduk( padahal golputnya blom di itung).
3. Demokrasi membolehkan hukum kafir menjadi sistemnya.
Ada beberapa jenis demokrasi pemerintahan yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia diantaranya adalah:
1. Demokrasi Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
2. Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan, dianut sepenuhnya oleh Amerika Serikat. Dalam sistem ini, kekuasaan legislatif dipegang oleh Kongres, kekuasaan eksekutif dipegang Presiden, dan kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung.
3. Demokrasi melalui Referendum yang paling mencolok dari sistem demokrasi melalui referendum adalah pengawasan dilakukan oleh rakyat dengan cara referendum. Sistem referendum menunjukkan suatu sistem pengawasan langsung oleh rakyat.

Jadi kesimpulannya demokrasi memang harus mempunyai aturan-aturan yang jelas jika demokrasi tersebut tidak mempunyai aturan-aturan yang jelas maka akan berakibat negative, yang akan merugikan kita semua sebagai bangsa Indonesia yang berdemokrat.

TUGAS KEWARGANEGARAAN

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

Pengertian Warganegara Dan Penduduk

Syarat berdirinya suatu negara merdeka adalah harus memiliki wilayah tertentu, rakyat yang tetap, dan terdapat pemerintahan yang berdaulat. Warganegara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu itulah yang berhubungan dengan negara. Dalam hubungan antara warganegara dan negara, warganegara mempunyai kewajiban – kewajiban terhadap negara begitu juga sebaliknya. Setiap warganegara adalah penduduk suatu bangsa, tetapi belum tentu suatu penduduk adalah warganegara. Penduduk suatu bangsa mencakup warganegara dan orang asing, yang memiliki hubungan yang berbeda dengan negara. Setiap warganegara mempunyai hubungan yang tak terputus meskipun dia bertempat tinggal di luar negeri. Sedangkan orang asing hanya mempunyai hubungan selama dia bertempat tinggal di wilayah negara tersebut. Menurut UUD 1945, negara melindungi segenap penduduk, misalnya dalam pasal – pasal sebagai berikut :

• Pasal 27 (2) menyebutkan “ Tiap – tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”.

• Pasal 29 (2) menyebutkan “ Negara menjamin kemerdekaan tiap – tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing – masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu ”.

• Pasal 31 (1) yang menyebutkan “ Tiap – tiap warganegara berhak mendapat pengajaran ”.

2. Asas – Asas Kewarganegaraan

a. Asas Ius-Sanguinis dan Asas Ius-Soli

Setiap negara yang berdaulat berhak untuk menentukan sendiri syarat – syarat untuk menjadi warganegara. Terkait dengan syarat – syarat menjadi warganegara dalam ilmu tata negara dikenal adanya dua asas kewarganegaraan, yaitu asas ius-sanguinis dan asas ius-soli.

• Asas ius-sanguinis adalah asas keturunan dan hubungan darah,

artinya bahwa Kewarganegaraan seseorang adalah warga negara A karena orangtuanya adalah warganegara A.

• Asas ius-soli adalah asas daerah kelahiran, artinya bahwa status Kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya di negara B tersebut.

b. Bipatride dan Apatride

Dalam hubungannya antarnegara seseorang dapat pindah tempat dan berdomisili di negara lain. Apabila seseorang atau keluarga yang bertempat tinggal di negara lain melahirkan anak, maka status Kewarganegaraan anak ini tergantung pada asas yang berlaku di negara tempat kelahirannya dan berlaku di negara orangtuanya. Perbedaan asas yang dianut oleh negara yang lain, misalnya negara A mengenut asas ius-sanguinis sedangkan negara B mengenut asas ius-soli, hal ini dapat menimbulkan status biptride atau apatride pada anak dari orang tua yang berimigrasi diantara kedua negara tersebut.Bipatrid ( dwi Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan dari dua negara terkait seseorang dianggap sebagai warganegara kedua negara itu. Misalnya, Adi dan Ani adalah suami istri yang berstatus warga negara A namun mereka berdomisili di negara B. Negara A menganut asas ius-sanguinis dan negara B menganut asas ius-soli. Kemudian lahirlah anak mereka Dani. Menurut negara A yang menganut asas ius-sanguinis, Dani adalah warga negaranya karena mengikuti Kewarganegaraan orang tuanya. Menurut negara B yang menganut ius-soli, Dani juga warga negaranya, karena tempat kelahirannya adalah di negara B dengan demikian Dani mempunyai status dua kewarganegaraan atau bipatride. Sedangkan apartride ( tanpa Kewarganegaraan ) timbul apabila menurut peraturan Kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warganegara dari negara manapun. Misalnya, Agus dan Ira adalah suami istri yang berstatus warganegara B yang berasas ius-soli. Mereka berdomisili di negara A yang berasas ius-sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut negara A, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan warganegaranya. Begitu pula menurut negara B, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir di wilayah negara lain. Dengan demikian Budi tidak mempunyai kewarganegaraan atau apatride.

3. Hak Dan Kewajiban Warganegara Menurut UUD 1945

Pasal – pasal UUD 1945 yang menetapkan hak dan kewajiban warganegara mencakup pasal – pasal seperti di bawah ini :

a. Pasal 27 ayat (1) menetapkan hak warganegara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan.

b. Pasal 27 ayat (2) menetapkan hak warganegara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

c. Pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menetapkan hak dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam upaya pembelajaran negara.

d. Pasal 28 menetapkan hak dan kemerdekaan warganegara untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

e. Pasal 29 ayat (2) menyebutkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing – masing dan beribadat menurut agamanya.

f. Pasal 30 ayat (1) dalam Perubahan Kedua UUD 1945 menyebutkan hak dan kewajiban warganegara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

g. Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa tiap – tiap warga negara berhak mendapat pengajaran

4. Hak Dan Kewajiban Bela Negara

a. Pengertian

Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi warganegara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warganegara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara serta persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah Nusantara dan yaridiksi nasional, serta nilai – nilai pancasila dan UUD 1945.

b. Asas Demokrasi dalam Pembelaan Negara

Berdasarkan pasal 27 ayat (3) dalam Perubahan Kedua UUD 1945, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warganegara. Hal ini menunjukkan adanya asas demokrasi dalam pembelaan negara yang mecakup dua arti :

1. Setiap warganegara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga – lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang – undangan yang berlaku.

2. Setiap warganegara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing – masing.

c. Motivasi dalam Pembelaan Negara Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warga memahami keunggulan dan kelebihan negara dan bangsanya. Disamping itu setiap warga negara hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela negara Indonesia.

§ Pengalaman sejarah perjuangan RI

§ Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis

§ Keadaan penduduk ( demografis ) yang besar

§ Kekayaan sumber daya alam

§ Perkembanganm dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan

§ Kemungkinan timbulnya bencana perang

Reference: http://prince-mienu.blogspot.com/2010/01/hak-dan-kewajiban-bangsa-indonesia.html

 Di Dalam UUD 1945
Hak dan kewajiban warga negara bangsa Indonesia secara konstitusional telah dijamin didalam Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa acuan yang dapat kita pedomani sebagai bukti adanya hak dan kewajiban warga negara Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Hak Dasar
Hak dasar sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat serta bebas dari segala bentuk penjajahan (Pembukaan UUD 1945, alinea I), dan hak dasar sebagai warga negara dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain :
a) Menyatakan diri sebagai warga negara dan penduduk Indonesia atau ingin menjadi warga negara suatu negara (Pasal 26),
b) Bersamaan kedudukan didalam hukum pemerintahan (Pasal 27 ayat 1),
c) Memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 (2)),
d) Kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran lisan dan tulisan sesuai dengan Undang-Undang (Pasal 28),
e) Jaminan memeluk salah satu agama dan pelaksanaan ajaran agamanya masing-masing (Pasal 29 ayat 2),
f) Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30)
g) Mendapat pendidikan (Pasal 31),
h) Mengembangkan kebudayaan nasional (Pasal 32),
i) Mengembangkan usaha-usaha dalam bidang ekonomi (Pasal 33),
j) Memperoleh jaminan pemeliharaan dari pemerintah sebagai fakir miskin (Pasal 34).
2. Kewajiban Dasar
Kewajiban dasar sebagai warga negara dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain :
a) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan (Pembukaan UUD 1945, alinea I),
b) Menghargai nilai-nilai persatuan, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa (Pembukaan UUD 1945, alinea II),
c) Menjunjung tinggi dan setia kepada konstitusi negara dan dasar negara (Pembukaan UUD 1945, alinea IV),
d) Setia membayar pajak untuk negara (Pasal 23 ayat 2), dan
e) Wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1)
f) Wajib iktu serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

Reference: www.contohskripsitesis.com/…/Sistem%20tata%20hukum%20negara%20Republik%20Indonesia.doc

Manajemen Resiko

Manajemen Resiko
Defenisi konseptual mengenai resiko : (Robert Charette)
1. Resiko berhubungan dengan kejadian di masa yg akan datang.
2. Resiko melibatkan perubahan (spt. perubahan pikiran,
pendapat, aksi, atau tempat)
3. Resiko melibatkan pilihan & ketidakpastian bahwa pilihan itu
akan dilakukan.
Strategi Resiko Reaktif vs Proaktif
Strategi reaktif memonitor proyek terhadap kemungkinan resiko. Sumber2 daya dikesampingkan, padahal seharusnya sumber2 daya menjadi masalah yang sebenarnya / penting.
Strategi proaktif dimulai sebelum kerja teknis diawali.
Resiko potensial diidentifikasi, probabilitas & pengaruh proyek
diperkirakan, dan diprioritaskan menurut kepentingan, kemudian
membangun suatu rencana untuk manajemen resiko.
Sasaran utama adalah menghindari resiko.
Resiko Perangkat Lunak
Karakteristik resiko :
1. Ketidakpastian
2. Kerugian
Kategori resiko :
•Resiko proyek
•Resiko teknis
•Resiko bisnis

Kategori resiko oleh Robert Charette :
•Resiko yang sudah diketahui
•Resiko yang dapat diramalkan
•Resiko yang tidak diharapkan
@ Resiko proyek
Resiko proyek mengancam rencana proyek.
Bila resiko proyek menjadi kenyataan maka ada kemungkinan jadwal proyek akan mengalami slip & biaya menjadi bertambah.
Resiko proyek mengidenifikasi :
– biaya – sumber daya
– jadwal – pelanggan
– personil (staffing & organisasi) – masalah persyaratan
@ Resiko teknis
Resiko teknis mengancam kualitas & ketepatan waktu PL yg akan
dihasilkan. Bila resiko teknis menjadi kenyataan maka
implementasinya menjadi sangat sulit atau tidak mungkin.
Resiko teknis mengidentifikasi :
– desain potensial – ambiquitas
– implementasi – spesifikasi
– interfacing – ketidakpastian teknik
– verivikasi – keusangan teknik
– masalah pemeliharaan – teknologi yg leading edge
@ Resiko bisnis
Resiko bisnis mengancam viabilitas PL yg akan dibangun.
Resiko bisnis membahayakan proyek atau produk.
5 resiko bisnis utama :
1. pembangunan produk atau sistem yg baik sebenarnya tdk
pernah diinginkan oleh setiap orang (resiko pasar)
2. pembangunan sebuah produk yg tidak sesuai dgn keseluruhan
strategi bisnis bagi perusahaan (resiko strategi)
3. Pembangunan sebuah produk dimana sebuah bagian pemasaran tidak tahu bagaimana harus menjualnya.
4. Kehilangan dukungan manajemen senior sehubungan dg
perubahan pd fokus atau perubahan pd manusia (resiko
manajemen)
5. Kehilangan hal2 yg berhubungan dgn biaya atau komitmen
personal (resiko biaya).

@ Resiko yg sudah diketahui
adalah resiko yg dpt diungkap setelah dilakukan evaluasi secara
hati2 terhadap rencana proyek, bisnis, & lingkungan teknik dimana
proyek sedang dikembangkan, dan sumber informasi reliable lainnya. seperti :
– tgl penyampaian yg tdk realitas
– kurangnya persyaratan yg terdokumentasi
– kurangnya ruag lingkup PL
– lingkungan pengembangan yg buruk
@ Resiko yg dapat diramalkan
diekstrapolasi dari pengalaman proyek sebelumnya.
Misalnya :
– pergantian staf
– komunikasi yg buruk dgn para pelanggan
– mengurangi usaha staff bila permintaan pemeliharaan
sedang berlangsung dilayani

@ Resiko yg tidak diharapkan
resiko ini dapat benar-benar terjadi, tetapi sangat sulit untuk
diidentifikasi sebelumnya.
Identifikasi Resiko
Identifikasi resiko dalah usaha sistematis untuk menentukan
ancaman terhadap rencana proyek.
Tujuan identifikasi resiko : untuk menghindari resiko bilamana mungkin, serta menghindarinya setiap saat diperlukan.
Tipe resiko :
1. resiko generic
merupakan ancaman potensial pd setiap proyek PL.
2. resiko produk spesifik
hanya dapat diidentifikasi dgn pemahaman khusus mengenai
teknologi, manusia, serta lingkungan yg spesifik terhadap
proyek yg ada. Metode untuk mengidentifikasi resiko adalah menciptakan checklist item resiko.

Kategori checklist item resiko :
o resiko ukuran produk
o resiko yg mempengaruhi bisnis
o resiko yg dihubungkan dgn karakteristik pelanggan
o resiko definisi proses
o resiko teknologi yang akan dibangun
o resiko lingkungan pengembangan
o resiko yg berhubungan dgn ukuran dan pengalaman staf

@ Resiko ukuran produk
Resiko yg berhubungan dgn keseluruhan ukuran PL yg akan dibangun atau dimodifikasi.
Checklist item resiko yg berhubungan dgn ukuran produk (PL) :
•ukuran produk diperkirakan dalam LOC atau FP ?
•tingkat kepercayaan dlm estimasi ukuran yg diperkirakan ?
•ukuran produk yg diestimasi dalam jumlah program, file,
transaksi ?
•presentase deviasi dalam ukuran produk dari rata2 produk
terakhir ?
•ukuran database yg dibuat atau digunakan oleh produk ?
•jumlah pemakai produk ?
•jumlah perubahan yg diproyeksikan ke persyaratan produk ?
sebelum produk ? setelah penyampaian ?
•jumlah PL yg digunakan kembali ?
Bila persentasie deviasi besar atau deviasinya sama, tetapi hasil yg lalu sangat kurang dari yg diharapkan, maka resikonya tinggi.

@ Resiko yg mempengaruhi bisnis
Resiko yg berhubungan dengan batasan yg dibebankan oleh
manajemen atau pasar. Bagian pemasaran dikendalikan oleh pertimbangan bisnis, dan pertimbangan bisnis kadang mengalami konflik langsung dengan kenyataan teknis.
Checklist item resiko yg berhubungan dgn pengaruh bisnis :
•Pengaruh produk terhadap hasil perusahaan ?
•Visibilitas produk terhadap manajemen senior ?
•Kelayakan deadline penyampaian ?
•Jumlah pelanggan yg akan menggunakan produk & konsistensi
kebutuhan relatif mereka dengan produk tersebut ?
•Jumlah produk / sistem lain dgn apa produk ini harus dapat
saling dioperasikan ?
•Kepintaran pemakai akhir ?
•Jumlah dan kualitas dokumentasi produk yg harus diproduksi & disampaikan kepada pelanggan ?
•Batasan pemerintahan pada konstruksi produk ?
•Biaya yg berhubungan dgn penyampaian yg terlambat ?
•Biaya yg berhubungan dgn produk defektif ?
Bila ada persentase deviasi yang besar atau jika jumlahnya sama, tetapi hasil sebelumnya sangat kurang dari yg diharapkan, maka resiko tinggi.

@ Resiko yg dihubungkan dgn karakteristik pelanggan
Resiko yg berhubungan dengan kepintaran pelanggan & kemampuan pengembang untuk berkomunikasi dgn pelanggan dgn cara yg cepat.
Karakteristik pelanggan :
– Pelanggan mempunyai keinginan yg berbeda.
– Pelanggan memiliki kepribadian yg berbeda.
– Pelanggan memiliki hubungan yg bervariasi dgn pemasok.
– Pelanggan juga kadang-kadang bertentangan.
Karakteristik pelanggan mempengaruhi kemampuan tim PL untuk
menyelesaikan suatu proyek tepat waktu & sesuai anggaran.

Checklist item resiko yg berhubungan dgn karakteristik pelanggan:
•Pernahkah anda sebelumnya bekerja dengan pelanggan ?
•Apakah pelanggan memiliki gagasan yg solid mengenai apa yg
diperlukannya ? sudahkah pelanggan menggunakan waktunya
untuk menuliskannya ?
•Apakah pelanggan akan setuju dgn penggunaan waktu didalam
pertemuan pengumpulan persyaratan formal (bab 11) utk
mengidentifikasi ruang lingkup proyek ?
•Apakah pelanggan bersedia membangun sambungan
komunikasi cepat dgn pengembang ?
•Apakah pelanggan bersedia berpartisipasi dalam kajian ?
•Apakah pelanggan secara teknis pandai dlm area produk tsb?
•Apakah pelanggan bersedia membiarkan orang2 melakukan
pekerjaan mereka ?
•Apakah pelanggan memahami proses perangkat lunak tsb ?
Bila setiap jawaban dari pertanyaan diatas adalah ‘tidak’, maka
investigasi lebih jauh harus dilakukan utk memperkirakan potensi resiko.

@ Resiko definisi proses
Bila kualitas merupakan sebuah konsep yg disetujui sbg hal yg
penting tetapi tidak tidak ada yg berintdak untuk mencapainya
dengan cara yg dapat yg dilakukan, maka proyek tersebut beresiko.
Masalah-masalah proses
•Apakah manajemen senior anda mendukung suatu pernyataan
kebijaksanaan yg menekankan pentingnya suatu proses standar
untuk pengembangan proses ?
•Sudahkah organisasi anda mengembangkan suatu diskripsi
tertulis mengenai proses PL yg akan digunakan pd proyek ini ?
•Apakah anggota2 staf ‘ditugasi’ ke proses PL pd saat PL
didokumentasi & bersedia menggunakannya ?
•Apakah proses PL digunakan untuk proyek lain ?
•Sudahkah organisasi anda mengembangkan atau mendapatkan
serangkaian serangkaian kursus pelatihan RPL bagi para
manajer dan staf teknik ?
•Apakah standar RPL yg diterbitkan disediakan utk setiap
pengembang PL & manajer PL ?
•Sudahkah dokumen outline & contoh2 dikembangkan untuk
semua yg ditentukan sebagai bagian yg dapat disampaikan
sebagai bagian dari proses PL ?
•Apakah kajian teknis formal terhadap spesifikasi persyaratan,
desain, dan kode dilakukan secara reguler ?
•Apakah kajian teknis formal terhadap prosedur pengujian &
test case dilakukan secara reguler ?
•Apakah hasil dari masing2 kajian teknis formal
didokumentasikan, termasuk kesalahan yg ditemukan & sumber
daya yg digunakan ?
•Apakah mekanisme utk memastikan bahwa kerja yg dilakukan
pd suatu proyek sesuai dengan standar RPL ?
•Apakah manajemen konfigurasi digunakan utk memelihara
konsistensi diantara _ystem/persyaratan PL, desain, kode, dan
test case ?
•Apakah digunakan suatu mekanisme utk mengontrol perubahan
ke persyaratan pelanggan yg mempengaruhi PL ?
•Adakah pernyataan mengenai kerja, spesifikasi persyaratan
pelanggan, dan rencana pengembangan PL yg didokumentasikan
untuk masing2 subkontrak ?
•Apakah ada prosedur untuk menelusuri & mengkaji kinerja
subkontrak ?

Masalah-masalah teknis
•Apakah digunakan teknik spesifikasi aplikasi untuk membantu
komunikasi diantara pelanggan & pengembang ?
•Apakah metode spesifik digunakan untuk analisis PL ?
•Apakah anda melihat suatu metode spesifik untuk data &
desain arsitektur ?
•Apakah lebih dari 90% dari kode anda ditulis dgn bahasa orde
yg lebih tinggi ?
•Apakah konvensi spesifik utk dokumentasi kode didefinisikan
& digunakan ?
•Apakah anda menggunakan metode spesifik utk desain test case?
•Apakah digunakan peranti PL utk mendukung perencanaan &
aktivitas penelusuran ?
•Apakah digunakan peranti PL manajemen konfigurasi utk
me-ngontrol & menelusuri aktivitas perubahan diseluruh
proses PL ?
•Apakah digunakan peranti PL utk mendukung analisis PL &
desain proses ?
•Apakah digunakan peranti utk menciptakan prototipe PL ?
•Apakah digunakan peranti PL utk mendukung proses
pengujian ?
•Apakah peranti PL digunakan utk mendukung produksi dan
manajemen dokumentasi ?
•Apakah metrik kualitas dikumpulkan bagi semua proyek PL ?
•Apakah metrik produktivitas dikumpulkan bagi semua proyek
PL?
Bila mayoritas jawaban terhadap pertanyaan tsb adalah `tidak`, maka proses PL lemah dan berisiko tinggi.

@ Resiko teknologi yang akan dibangun
Resiko yg berhubungan dgn kompleksitas sistem yg akan dibangun dan `kebaruan` teknologi yg dikemas oleh system.
Checklist item resiko yg berhubungan dengan teknologi yg akan
dibangun :
•Apakah teknologi yg akan dibangun adalah hal yg baru untuk
organisasi anda?
•Apakah persyaratan pelanggan memerlukan kreasi algoritma
baru atau teknologi input atau output?
•Apakah PL berinterface dgn perangkat keras baru atau belum
terbukti?
•Apakah PL yg akan dibangun ber-interace dgn produk PL yg
dipasok oleh vendor yg belum terbukti?
•Apakah PL yg akan dibangun ber-interface dgn suatu sistem
database yg fungsi kinerjanya belum dibuktikan di dalam area
aplikasi ini?
•Apakan diperlukan interface pemakai khusus oleh persyaratan
produk?
•Apakah persyaratan untuk produk memerlukan kreasi
komponen program yg tidak sama dengan yg dikembangkan
terakhir oleh organisasi anda?
•Apakah persyarata memerlukan pemakaian analisis, desain
atau metode pengujian baru?
•Apakah persyaratan memerlukan metode pengembangan PL
tdk konvensional, spt metode formal, pendekatan Al-based
dan jaringan syaraf buatan?
•Apakah persyaratan meletakkan batasan kinerja yg eksesif
pada produk tersebut?
•Apakah pelanggan tidak yakin pada fungsionalitas yg diminta
dapat ’dilakukan’?
Bila jawaban dari pertanyaan2 di atas adalah ’ya’, penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan untuk memperkirakan risiko potensial.

@ Resiko lingkungan pengembangan
Resiko yg berhubungan dgn keberadaan & kualitas peranti yg akan digunakan untuk membangun produk. Lingkungan proses PL mendukung tim proyek, proses dan produk. Lingkungan yg salah dapat menjadi sumber resiko yg penting.
Checklist item resiko yg berhubungan dengan lingkungan
pengembangan :
•Apakah peranti manajemen proyek dapat diperoleh?
•Apakah peranti manajemen proses dapat diperoleh?
•Apakah peranti untuk analisis dan desain dapat diperoleh?
•Apakah peranti analisis dan desain penyampaian metode sesuai
bagi produk yg akan dibangun?
•Apakah kompiler atau generasi kode dapat diperoleh dan
sesuai untuk produk yg akan dibangun?
•Apakah peranti pengujian dapat diperoleh dan sesuai untuk
produk yg akan dibangun?
•Apakah peranti manajemen konfigurasi PL dapat diperoleh?
•Apakah lingkungan menggunakan suatu database atau tempat
penyimpanan?
•Apakah semua peranti PL dapat diintegrasikan satu dgn lainnya?
•Sudahkah anggota tim proyek menerima pelatihan dgn masing2
peranti?
•Apakah ada pakar lokal untuk menjawab pertanyaan2 mengenai
peranti tersebut?
•Apakah bantuan dan dokumentasi on-line bagi peranti
memadai?
Bila mayoritas jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah ’tidak’,
berarti lingkungan pengembangan PL lemah dan berisiko tinggi.

@ Resiko yg berhubungan dgn ukuran & pengalaman staf
Resiko yg berhubungan dgn keseluruhan teknik & pengalaman proyek dari RPL yg akan melakukan tugas tsb.
Checklist item resiko yg berhubungan dengan ukuran & pengalaman staf :
•Apakah orang2 terbaik dapat diperoleh?
•Apakah orang2 tsb memiliki gabungan ketrampilan yg benar?
•Apakah orang2 yg ada mencukupi?
•Apakah staf dimasukkan ke dalam seluruh durasi proyek?
•Akankah banyak staf proyek bekerja hanya dalam paruh waktu
pada proyek ini?
•Apaka staf memiliki pengharapan yg tepat mengenai pekerjaan
yg ada sekarang?
•Sudahkah staf menerima pelatihan yg memadai?
•Apakah pergantian di antara staf akan cukup rendah untuk
memungkinkan kontinuitas?
Bila jawaban terhadap pertanyaan2 tsb adalah ’tidak’, maka
penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan untuk memperkirakan
risiko potensial.
Komponen Risiko dan Driver
Pedoman untuk mengidentifikasi risiko PL dan pengurangannya yaitu menghendaki agar manajer proyek mengidentifikasi risiko driver yg mempengaruhi komponen risiko PL – kinerja, biaya, dukungan dan jadwal.
Komponen risiko didefinisikan dgn cara sbb :
•Risiko kinerja – tingakat ketidakpastian dimana produk akan
memenuhi persyaratannya dan cocok dgn penggunaannya.
•Risiko biaya – tingkat ketidakpastian dimana biaya proyek akan dijaga
•Risiko dukungan – tingkat ketidakpastian dimana PL akan
mudah dikoreksi, disesuaikan dan ditingkatkan.
•Risiko jadwal – tingkat ketidakpastian dimana jadwal proyek
akan dijaga dan produk akan disampaikan tepat waktu.
Pengaruh driver risiko thd komponen risiko dibagi ke dalam satu dari empat kategori pengaruh – diabaikan, marjinal, kritis dan
katastropis. Tabel 6.1. menunjukkan konsekuensi potensial kesalahan (baris berlabel 1) atau kegagalan untuk mencapai suatu keluaran yg diharapkan (baris berlabel 2). Kategori pengaruh dipilih berdasarkan karakterisasi yg paling cocok dgn deskripsi pada tabel.

PROYEKSI RISIKO / PERKIRAAN RISIKO
Dua cara melakukan proyeksi risiko :
1. Probabilitas di mana risiko adalah nyata
2. Konsekuensi masalah yang berhubungan dengan risiko
Perencanaan proyek bersama dengan manajer & staf teknik
melakukan 4 aktifitas proyeksi risiko :
1. Membangun suatu skala yang merefleksikan kemungkinan
risiko yang dirasakan
2. Menggambar konsekuensi risiko
3. Memperkirakan pengaruh risiko pada proyek dan produk
4. Memcatat keseluruhan akurasi proyeksi proyek risiko sehingga akan tidak ada kesalahpahaman

RISIKO KESELAMATAN DAN BAHAYA
Risiko tidak hanya pada proyek itu sendiri tetapi juga pada risiko kegagalan PL dilapangan (pemakai akhir).
Bila PL digunakan untuk sistem kontrol, kompleksitas sistem dapat bertambah dengan urutan naik. Cacat desain yg tidak kentara yaitu sesuatu yg tidak dapat terungkap dan tereliminasi dalam kontrol konvensional berbasis perangkat keras menjadi lebih sulit diungkap pada saat PL digunakan. Keselamatan PL dan analisis bahaya adalah aktifitas jaminan kualitas PL yg berfokus pd indentifikasi dan perkiraan bahaya pontensial terhadap PL dan menyebabkan kegagalan sistem.

RMMM PLAN
Strategi manajemen risiko dapat dimasukkan dalam rencana proyek PL atau langkah manajemen risiko dapat diatur ke dalam RMMM PLAN yg terpisah dimana akan didokumentasikan semua kegiatan yg dilakukan sebagai bagian dari analisis risiko dan oleh manajer proyek digunakan sebagai bagian dari keseluruhan rencana proyek.

Reference: ega.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/7510/RPL_6.pdf

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / jasa Pemerintah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Disamping itu juga untuik mengetahui hambatan yang timbul dalam pelaksanaan Keppres tersebut.
Peneliltian ini didesain dalam bentuk penenltian implementasi dengan menekankan pada konsep implementasi dari Ripley dan Franklin (1985). Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data diambil dari narasumber yang ditentukan berdasarkan tehnik Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Untuk keperluan analisis data digunakan tehnik analisis interaktif dari Miles dan Huberman, dengan uji validitas menggunakan triangulasi data.

Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten telah dilaksanakn sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya. Keseluruhan tahapan telah dilalui dengan baik mulai dari perencanaan hingga evaluasinya. Serjumlah faktor diidentifikasi sebagai yang mempengaruhi proses implementasi, diantaranya adalah sikap pelaksana, sumber daya dan sistem komunikasi yang dibangun. Meskipun pelaksanaannya telah sesuai dengan juklaknya akan tetapi masih ditemukan hambatan dalam poelaksanaan keppres tersebut. Hambatan itu adalah hambatan yang bersumber dari kinerja panitia Pengadaan dan hambatan sistem.

Untuk itu maka saran yang penenlti ajukan antara lain adalah perlunya langkah kongkrit untuk menunjukkan adnya transparansi dalam pengadaan baranag, menguirangi mekanisme penunjukan rekanan dengan cara-cara yang lebih obyektif serta mengupauyaklan komunikasi yang intensif antara pelaksana dari petahap perencanaan hingga evaluasinya.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah organisasi apapun bentuknya dalam melaksanakan kegiatan memerlukan sarana dan prasarana pendukung, baik berupa dana, barang maupun sumber daya manusia. Kegiatan atau aktivitas suatu entitas / organisasi, baik entitas swasta maupun entitas pemerintah, yang sehari-harinya melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), akan selalu dijumpai suatu kegiatan yang aktivitasnya melakukan pengadaan (procurement).
Pengadaan atau pembelanjaan barang kebutuhan suatu organisasi perlu dilakukan untuk mendukung pekerjaan sehari-hari yang bersifat rutin (operasional, pemeliharaan, atau pemenuhan kebutuhan kerja setiap hari), maupun pekerjaan yang bersifat sementara (temporary) yang bersifat investasi, penambahan kapasitas terpasang, atau proyek, yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditargetkan (Depkeu, 2007).

Selama ini sudah akrab ditelinga kita berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam kaitan dengan pengadaan barang. Ada istilah mark up, manipulasi, pengadaan yang tak ditenderkan, ketidaksesuaian barang yang dibeli dengan harga, dan sebagainya, yang sarat dengan berbagai penyelewengan. Kenyataan ini banyak terjadi pada instansi-instansi pemerintah.

Sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang tidak diketahui oleh pemerintah. Untuk itu dalam rangka mengurangi kecenderungan tersebut dan agar pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan adil pada semua pihak sekaligus untuk menghapus praktek kartel pelelangan yang kerap mewarnai tender di sejumlah instansi pemerintah, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru pengadaan barang / jasa pemerintah melalui Keppres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah sebagai pengganti Keppres sebelumnya yaitu Keppres No. 18/2000 (Perpres No. 32 Tahun 2005, 2007). Melalui penerapan Keppres yang baru tersebut diharapkan proses pengadaan barang / jasa oleh instansi pemerintah bisa memberikan hasil yang lebih menguntungkan bagi negara dan bisa menghindari kerugian negara akibat pelaksanaan yang tidak benar.

Secara umum proses pengadaan barang / jasa selama ini masih belum dapat menghasilkan harga yang kompetitif dan cenderung berharga lebih tinggi dibandingkan pembelian langsung oleh swasta. Hal ini menjadi indikator bahwa proses pengadaan cenderung menciptakan biaya ekonomi tinggi dan menciptakan biaya-biaya yang menambah harga penawaran. Harga yang tidak kompetitif pada akhirnya akan merugikan negara dan masyarakat pada umumnya karena berkurangnya manfaat dari belanja negara. Inefisiensi menjadi semakin bertambah besar ketika proses pelelangan juga tidak jujur. Perilaku ini menciptakan nilai proyek yang menggelembung dan kemudian diikuti dengan pelaksanaan pengadaan yang tidak jujur dan ada unsur Kolusi, Korusi dan Nepotisme (KKN).
Sebagai sebuah institusi pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten juga tidak terlepas dari kegiatan pengadaan barang/ jasa untuk memenuhi kebutuhan operasional dalam pelayanan kesehatan pada setiap tahun. Berbagai kegiatan pengadaan diselenggarakan di rumah sakit ini, mulai dari kebutuhan barang yang langsung terkait dengan pelayanan kesehatan, juga kebutuhan-kebutuhan lain yang sifatnya sebagai penunjang maupun pelengkap dari kebutuhan pokok pada pelayanan kesehatan tersebut.

Terkait dengan pelaksanaan pembelanjaan di rumah sakit, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan uang negara, setiap kurun waktu tertentu (tribulan, semester dan tahunan) disusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran. Namun laporan yang dimaksud baru sebatas pada besaran penyerapan dana dan pencapaian prestasi pekerjaan, kalaupun ada monitoring dari instansi yang lebih atas waktunya sudah lewat dan biasanya tidak bisa berbuat lebih jauh. Kondisi ini menyebabkan pada saat dilakukan pemeriksaan / pengawasan oleh Aparat Pengawas Fungsional (APF) baik Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Itjen-Depkes. RI), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didapatkan prosedur pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003, baik yang bersifat adminsitratif maupun teknis. Bersifat administratif misalnya tidak dilakukannya pengumuman di media masa dan kesalahan dalam pencantuman persyaratan pendaftaran, sedangkan yang bersifat teknis seperti kesalahan penghitungan volume dan kemahalan harga serta ketidaksesuaian antara barang yang dikirim dengan spesifikasi barang yang ditetapkan.

Sebagai Rumah sakit terbesar di Kabupaten Klaten, RSUP Soeradji Tirtonegoro mempunyai jumlah karyawan yang cukup besar, dengan pasien yang sangat padat. Ini tentu saja memerlukan sarana dan prasarana pendukung yang besar pula. Dengan demikian Rumah Sakit Umum Pusat Soeradji Tirtonegoro ini merupakan salah satu instansi pemerrintah yang sarat dengan pengadaan barang. Hal ini disebabkan karena rumah sakit ini memberikan jasa pelayanan kesehatan yang didalamnya memerlukan berbagai barang untuk melayani pasien. Barang itu bisa berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk medis maupun untuk kebutuhan rutin/ operasional rumah sakit.
Mengingat jumlahnya yang relatif cukup banyak apalagi dengan statusnya yang swadana tentu saja Rumah sakit ini perlu lebih berhati-hati dalam hal pengadaan barang kebutuhannya. Ini untuk menjaga kepuasan pelanggan maupun untuk tertib adminitrasi dan kelancaran proses pelayanan kesehatan sendiri. Hal yang cukup penting juga berkaitan dengan upaya penghematan yang harus dilakukan dengan status swadananya.

Menarik untuk dijadikan sebagai sebuah bahan kajian ilmiah, maka dalam rangka penyusunan skripsi untuk menyelesaikan pendidikan strata satu di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Madani, penulis tertarik untuk meneliti tentang implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/ jasa Pemerintah di RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten, khususnya barang-barang untuk kebutuhan rutin/ operasional rumah sakit yang bersifat non medis (di luar obat-obatan). Untuk itu maka peneliti mengambil judul penelitian ”Implementasi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang ada dalam penenltian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimanakah implementasi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten ?
b. Hambatan apa yang muncul dalam implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu tujuan fungsional dan tujuan individual. Penjabaran dari masing-masing tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Fungsional
a. Mengetahui implementasi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
b. Mengetahui kendala / permasalahan yang terdapat pada proses pengadaan barang / jasa di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2. Tujuan Individual
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna meraih sarjana S1 pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) MADANI Klaten.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis melalui penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Administrasi Negara khususnya dalam bidang studi kebijakan publik dengan pokok kajian tentang implementasi kebijakan.
b. Menambah pemahaman peneliti dan sebagai bahan pustaka ilmu administrasi negara khususnya tentang hasil-hasil penelitian implementasi kebijakan publik.
2. Manfaat Praktis
a. Menambah wawasan peneliti dalam bidang ilmu adminsitrasi negara khususnya tentang implementasi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
b. Sebagai informasi dan sekaligus menjadi salah satu bahan untuk melakukan evaluasi atas implementasi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian
Dalam penelitian ilmiah, metode penelitian diperlukan sebagai frame dalam melakukan research, analisa data, dan penyajian data sehingga terintegrasi dalam satu garis pemikiran dan tidak bias. Beberapa tipe penelitian antara lain penelitian deskriptif, eksplanatif dan eksploratif. Disamping itu ada beberapa jenis penelitian, antara lain penelitian survei, eksperimen, grounded research, kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan analisa data sekunder (Singarimbun dan Effendi : 1999:13).
Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan atau melukiskan proses implementasi Keputusan Presiden RI Nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah, dengan berbagai aspek kajian yang telah ditentukan. Penelitian ini didesain dalam bentuk penelitian implementasi.
Untuk itu dalam rangka menggambarkan proses pelaksanaan dan menggali informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagaimana telah diformulasikan dalam rumusan masalah, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif, dengan mengkombinasikan pendekatan kualitatif, analisis data sekunder dan wawancara mendalam secara langsung (Indepth Interview) untuk menggali data-data primer.
Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan / melukiskan keadaan subyek / obyek penelitian (seorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Hadari Nawawi 1998 : 63). Penelitian deskriptif ini akan dipadukan dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2000: 5), bahwa penelitian deskriptif kualitatif digunakan berdasarkan pertimbangan : 1) Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan 2) Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peniliti dengan responden dan 3) Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Sementara itu berdasarkan tipologi tujuannya penelitian ini digolongkan dalam penelitian implementasi. Hal ini disebabkan karena penenltian ini dilakukan pada saat implementasi kebijakan sedang berlangsung, sehingga lebih menekankan pada proses yang terjadi. Acuan yang digunakan dalam penelitian adalah mengacu pada konsep Ripley & Franklin (1985) dimana dalam penelitian implementasi yang ingin dilihat adalah tingkat kepatuhan pelaksana dan berbagai hal yang terjadi selama proses pelaksanaan tersebut. Hasil yang diharapkan dalam penelitian semacam ini adalah generalisasi mengenai bagaimana intervensi (program/ kebijakan) tersebut berjalan dan bagaimana kondisi yang dapat membuat program tersebut efektif. (Patton 1990:160-161).
Dari sisi sumber datanya, penelitian yang dilakukan ini lebih menekankan pada penelitian lapangan (field study).
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, yang beralamat di jalan KRT. Suraji Tirtonegoro No. 1 Klaten. Pemilihan lokasi ini didasari oleh pertimbangan :
a. RSUP Dr. Soeradji Tironegoro Klaten sebagai unit pelaksana teknis (UPT) pemerintah yang mempunyai keharusan menerapkan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 dalam proses pengadaan barang dan jasa yang jumlah kegiatannya terus meningkat sejalan dengan bertambahnya volume kegiatan pelayanan di rumah sakit.
b. Semua kebutuhan barang / bahan untuk operasionalisasi kegiatan pelayanan rumah sakit dilakukan melalui pengadaan barang / jasa berdasarkan Keppres No. 80 Tahun 2003.
C. Data dan Sumber data
Data dalam penelitian ini dikelompokkan kedalam dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan yang akan diwawancarai. Sedangkan data sekunder adalah data yang bersumber dari dokumen-dokumen yang sudah ada, sehingga peneliti tinggal mengutip dan menganalisanya.
Data primer dalam hal ini akan dikumpulkan dari informan yang ada di RSUP Suradji Tirtonegro. Sementara itu data sekunder diperoleh dengan melihat arsip, dokumen yang berhubungan dengan pelaksaan pengadaan barang dan jasa Pemerintah di RSUP Soeradji Tirtonegoro seperti berita acara pembelian, rapat-rapat yang diadakan , bukti-bukti pembayaran dan sebagainya.
D. Tehnik pengambilan sample
Data primer diperoleh dari sumber data atau informan yang penentuannya didasarkan pada tehnik purposive sampling atau sample bertujuan. Hal ini disebabkan karena penentuan informan dilakukan dengan pertimbangan tertentu (HB Sutopo, 2002:56) Dalam hal ini peneliti mengambil informan dari pihak-pihak yang dianggap mengetahui tentang fenomena yang diteliti secara mendalam dan dapat dipercaya.
Informan yang dipilih yaitu :
1. Kepala Subag Penyusunan Program yang mengetahui perencanaan pembelanjaan di rumah sakit.
2. Kepala Subag Anggaran dan Perbendaharaan yang memahami tentang pendanaan dalam pengadaan barang / jasa kebutuhan rumah sakit.
3. Panitia pengadaan dan penerima
4. Petugas yang membelanjakan
E. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan berbagai pertimbangan berdasarkan konsep tehnis yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik empiris dan sebagainya. Dalam hal ini digunakan tehnik yang bersifat interaktif dan non interaktif. Oleh karena itu untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti, maka peneliti menggunakan alat pengumpulan data penelitian sebagai berikut :
1. Wawancara mendalam/ indeph interview
Wawancara ini tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan yang tertutup akan tetapi lebih bersifat “open ended” dan mengarah pada kedalaman informasi serta dengan cara yang tidak secara formal tersturktur (HB Sutopo, 2002:59). Tehnik ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan responden atau narasumber yang dianggap berkompeten terhadap permasalahan yang akan diteliti.
Guna memperoleh data yang lengkap maka wawancara dengan informan bisa dilakukan lebih dari satu kali tergantung pada kebutuhan akan data yang diperlukan. Untuk melakukan wawancara mendalam maka instrument yang digunakan adalah kuesioner guide (panduan wawancara)
2. Pengamatan/observasi.
Tehnik ini digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dasn benda serta rekaman gambar. Observasi merupakan kegiatan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti sehingga gambaran objek yang didapat akan menjadi lebih konkret. Dalam kaitan dengan pengamatan ini bisa dilakukan terutama terhadap berbagai hal yang berkaiatan dengan aktivitas pengadaan baranag, barang yang dibeli dan sebagainya.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan jalan menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, peraturan-peraturan, dokumen, majalah, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Ini merupakan salah satu tehnik non interaktif. Dalam kaitan dengan persoalan pengadaan barang, maka dokumen yang diperlukan antara lain tentang MOU kontrak pengadaan, kuitansi pembayran, berita acara proses tender dsb. Dalam penggunaan tehnik ini peneliti berusaha mengkritisi dokumen-dokumen yang ada guna menangkap maknanya. Untuk itu juga dilakukan pembandingan antar dokumen satu dengan dokumen yang lain.
F. Tehnik Analisa data
Analisis Data adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan, untuk selanjutnya ditarik kesimpulan. . Data yang terkumpul dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menggambarkan keadaan subyek/obyek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya. Dalam kaitan dengan ini maka peneliti menggunakan model analisis interaktif dari Miles & Huberman (1988). Dalam model analisis data terdiri atas tiga komponen yaitu Reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya. (HB Sutopo, 2002:91) Ketiga komponen tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan prose pengumpulan data yang menggunakan proses siklus. Tiga komponen tersebut terlibnat dalam proses analisis dan saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis.
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang dilakukan selama berlangsungnya proses penelitian. Sajian data merupakan rangkaian informasi untuk mempermudah pemahaman yang disusun secara sistematis berdasar reduksi yang dilakukan sebelumnya. Sajian data selain bisa dilakukan dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegioatan dan juga table pendukung narasinya (HB Sutopo, 2002:92). Sementara itu kesimpulan merupakan proses akhir dalam analisis data guna memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Dalam hal ini perlu dilakukan verifikasi agar mantap dan bisa dipertanggungjawabkan. Verifikasi ini bisa dilakukan dengan pengulangan untuk tujuan pemantapan, penenlusuran data kembali dengan cepat. Disamping itu juga dimungkinkan melalui diskusi.
Adapun bagan dari analisis tersebut adalah sebagai berikut :
Bagan III : Tehnik Analisa Interaktif
(HB Sutopo, 2002:96)
Selanjutnya untuk menguji keabsahan data yang diperoleh, peneliti menggunakan tehnik triangulasi, yaitu tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 1994:178). Dalam kaitan dengan triangulasi ini dibedakan empat macam triangulasi yaitu triangulasi sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini digunakan tehnik triangulasi sumber guna menguji keabsahan datanya. Ini berarti bahwa pengecekan keabsahan atau validitas data dilakukan dengan membandingkan dan mengecek balik derajad kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dengan sumber yang berbeda.
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Perkembangan RSUP Soeradji Tirtonegoro
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro semula bernama RSUP Tegalyoso Klaten didirikan pada tanggal 27 Desember 1927 secara bersama-sama oleh beberapa perkebunan (onderneming) milik pemerintah dengan nama rumah sakit Dr. SCHEURER HOSPITAL. Pada tahun 1942 wilayah Indonesia dikuasai Jepang, dengan demikian rumah sakit ini juga dikuasai Jepang. Selama dikuasai oleh Jepang, rumah sakit ini dipimpin Dr. Maeda dan Dr. Suruta. Setelah Jepang kalah pada tahun 1945, rumah sakit ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan nama rumah sakit diganti menjadi Rumah Sakit Umum TEGALYOSO, dipimpin oleh Dr. Soenoesmo. Nama rumah sakit diambil dari nama desa di mana rumah sakit ini berkedudukan yaitu desa Tegalyoso.
Dalam masa peralihan dari rumah sakit di bawah pengelolaan Zending menjadi rumah sakit Pemerintah RI masih terdapat beberapa tenaga dokter asing antara lain Dr. Horner dan Dr. Bakker Muda. Selama masa itu, semua karyawan RSU Tegalyoso Klaten diberi kesempatan untuk memilih, tetap bekerja di RSU Tegalyoso untuk kemudian diangkat menjadi pegawai negeri atau pindah ke rumah sakit Zending yang lain yaitu RS Bethesda Yogyakarta atau RS Jebres Surakarta.
Selama kurun waktu yang panjang dan setelah melalui berbagai perubahan ke arah manajemen rumah sakit yang sesuai dengan perkembangan jaman maka berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 1442 A/Menkes/SK/XII/1997 tertanggal 20 Desember 1997 nama RSUP Tegalyoso diganti menjadi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Nama tersebut diambil dari salah seorang tokoh pergerakan pada perkumpulan BOEDI OETOMO yang mengabdi sebagai dokter di wilayah Klaten.
Hubungan historis antara RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dengan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada sangat mendalam. Hal ini ditunjukkan dengan dibukanya Perguruan Tinggi Kedokteran bagian pre-klinik di RSU Tegalyoso Klaten (nama rumah sakit saat itu) pada tanggal 5 Maret 1946 yang kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran UGM di Yogyakarta.
Hubungan dan kerjasama RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dengan Fakultas Kedokteran UGM masih tetap dipertahankan sampai saat ini karena kerjasama itu membawa manfaat sangat besar bagi kedua belah pihak. Kerjasama dengan Fakultas Kedokteran UGM secara resmi dikukuhkan secara tertulis pada tahun 1975 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI yang antara lain menetapkan RSUP Tegalyoso Klaten bersama-sama dengan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebagai tempat pendidikan bagi mahasiswa Fakultas kedokteran UGM. Sehubungan telah melakukan fungsi pendidikan dan digunakan sebagai lahan prakter bagi calon tenaga kesehatan, Departemen Kesehatan memandang status RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro perlu disesuaikan dari non pendidikan menjadi rumah sakit pendidikan.
Pada tanggal 5 Maret 2001 dengan surat bernomor 934/Menkes/IX/2001 Menteri Kesehatan RI menyetujui RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro sebagai RS Pendidikan FK UGM. Meskipun demikian RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro belum dikategorikan sebagai RS Pendidikan dalam arti yang sebenarnya pada saat itu. Baru pada 1 Maret 2003 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro diresmikan sebagai Rumah Sakit Kelas B Pendidikan oleh Menteri Kesehatan RI dengan Surat Keputusannya nomor 1594/MenKes/SK/XII/2002. Saat ini struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) sebagai rumah sakit pendidikan tengah diproses di Depkes untuk ditetapkan.
Tahapan sejarah perkembangan kelembagaan RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Tahun 1978, ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas C.
2. Tahun 1992, ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Dengan Syarat. (Rumah Sakit Unit Swadana Periode Pertama di Indonesia sebagai Pilot Project)
3. Tahun 1993, ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas B Non Pendidikan.
4. Tahun 1994, ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat
5. Tahun 1997, ditetapkan sebagai Rumah Sakit pengguna PNBP.
6. Tahun 1997, terakreditasi secara penuh oleh Depkes RI untuk Akreditasi Tingkat Dasar (5 standar pelayanan)
7. Tahun 2001, terakreditasi secara penuh oleh Depkes RI untuk Akreditasi Tingkat Lanjut (12 standar pelayanan)
8. Tahun 2003, ditetapkan sebagai Rumah Sakit Kelas B Pendidikan
9. Tahun 2007, ditetapkan sebagai rumah sakit yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU)
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro sebagai sarana pelayanan kesehatan Pemerintah yang padat karya, padat pakar, padat modal dan padat teknologi perlu dikelola secara efektif, efisien dan produktif agar dapat menjalankan fungsinya sesuai harapan seluruh masyarakat dengan tarif yang terjangkau serta mutu pelayanan kesehatan yang prima dan terus meningkat seiring dengan perubahan pola penyakit dan perkembangan iptekdok yang melaju dengan cepat dan terutama tuntutan masyarakat yang makin meningkat. Untuk itu meskipun tidak for profit, Rumah Sakit harus dikelola dengan mengacu kepada prinsip-prinsip ekonomi, karena biaya investasi, gaji (termasuk insentif), biaya operasional dan pemeliharaan, dan lain-lain sangat besar. Sementara kemampuan Pemerintah untuk membiayai seluruh pelayanan publiknya dari hasil pajak dan usaha negara selalu terbatas, sehingga subsidi Pemerintah untuk Rumah Sakit semakin menurun secara persentase terhadap total biaya Rumah Sakit yang seharusnya. Dengan demikian maka semua masalah yang bersangkut paut dengan manajemen keuangan, sumber daya manusia, teknologi yang ada, proses produksi jasa, sistem informasi dan sebagainya yang merupakan kondisi internal rumah sakit perlu dikaji kekuatan dan kelemahannya. Begitupun semua masalah yang merupakan dampak globalisasi, terjadinya perubahan manajemen, arus informasi yang tak terbatas, kemampuan keuangan negara, perubahan sosial politik dan kebijakan pemerintah, epidemiologi, perkembangan iptek, dukungan pemasok/supplier, perubahan sikap dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan, peta persaingan, dan lain-lain perlu dicermati peluang dan ancamannya bagi organisasi rumah sakit.
B. Keadaan Pegawai
Sebagai Rumah Sakit Pemerintah yang terbesar di Kabupaten Klaten, RSUP Soeradji Tirtonegoro memerlukan sumberdaya manusia (pegawai) yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh sebuah rumah sakit. Jumlah keseluruhan tenaga/ pegawai yang ada di RS adalah 815 pegawai yang terdiri atas 457 tenaga kesehatan, 207 tenaga non kesehatan dan 151 tenaga kontrak. Sebagai gambaran tentang Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada, berikut kami informasikan data tentang keadaan pegawai di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro selengkapnya berdasarkan data base tahun 2006 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Keadaan pegawai RSUP Soeradji Tirtonegoro Kabupaten Klaten
No. Jenis Pegawai Jumlah
1. Tenaga medis 51 orang
2. Tenaga Perawat 323 orang
3. Farmasi 14 orang
4.. Kesehatan masyarakat 7 orang
5 Gizi 8 orang
6. Keterapian fisik 12 orang
7. Keteknisan medis 42 orang
8. Non kesehatan 207 orang
9. Tenaga honorer 151 orang
Jumlah 815 orang
Sumber : Bagian Kepegawaian RSUP Soeradji Tirtonegoro th 2006
C. Visi Rumah Sakit
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, sebagai Rumah sakit swadana bukan saja menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan kesehatan, akan tetapi juga jasa pendidikan dan jasa penelitian di bidang kesehatan. Sifat jasa yang diselenggarakan adalah berfungsi sosial, profesional dan etis dengan pengelolaan yang ekonomis. Ini selaras dengan visi rumah sakit yang menjadi dasar terselenggaranya kegiatan. Adapun visi dari RSUP Soeradji Tirtonegoro adalah :
“Menjadi rumah sakit yang berkualitas dan mandiri dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian di bidang kesehatan tingkat nasional”.
D. Misi Rumah Sakit
Untuk mewujudkan visi tersebut maka misi yang diemban oleh Rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna, berkualitas dan terjangkau.
2. Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan ilmu bidang kesehatan dengan standar mutu yang tinggi.
3. Mewujudkan kepuasan pelanggan untuk mencapai kemandirian rumah sakit.
4. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
E. Tujuan/ sasaran RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Dalam rangka melaksanakan misi tersebut maka semua kegiatan di RSUP Soeradji Tirtonegoro diarahkan pada beberapa tujuan atau sasaran, antara lain yaitu :
1. Terciptanya produk pelayanan kesehatan yang berkualitas unggul dan sesuai kebutuhan masyarakat.
2. Terselenggaranya pendidikan, penelitian dan pengembangan sehingga dihasilkan SDM yang profesional dan mampu melakukan penapisan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
3. Terwujudnya kepuasan seluruh pelanggan dengan pengelolaan yang efektif dan efisien.
4. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan karyawan.
Untuk mewujudkan sasaran tersebut maka ada beberapa nilai yang ditanamkan sebagai dasar melaksanakan tugas pekerjaan. Nilai-nilai itu diantaranya adalah :
1. Karyawan yang berkualitas dan berkomitmen tinggi kepada rumah sakit adalah aset yang paling berharga.
2. Kepuasan dan kesetiaan pelanggan adalah dasar kelangsungan hidup rumah sakit.
3. Mutu pelayanan rumah sakit sebagai pengikat kesetiaan pelanggan.
4. Kebersamaan adalah kunci utama dalam mencapai kesuksesan
F. Kegiatan Rumah Sakit
Dalam menyelenggarakan tugas, RSUP Dr. Soeradji Tirtongeoro mempunyai fungsi :
1. Menyelenggarakan pelayanan medis
2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis
3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan
4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan
5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
6. Menyelenggarakan pelayanan penelitian dan pengembangan
7. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
Selanjutnya bisa disampaikan di sini bahwa sampai saat ini terdapat beberapa institusi pendidikan yang telah menjalin kerjasama dengan RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro dan sudah berjalan dengan baik yaitu :
1. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta
2. Fakultas Farmasi Universitas Setya Budi Surakarta
3. Akademi Fisioterapi Surakarta
4. Pendidikan Ahli Madya Keperawatan Yogyakarta
5. Akademi Gizi Yogyakarta
6. Akademi Gizi Semarang
7. Akademi Teknik Elektromedik Surabaya
8. Akademi Teknik Elektromedik Jakarta
9. Akademi Teknik Radiodiagnostik Semarang
10. Akademi Kebidanan Klaten
11. Akademi Perekam dan Informatika Kesehatan Lintang Nuswantoro Semarang
12. Akademi Perekam dan Informatika Kesehatan Mandala Waluya Semarang
13. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Klaten
14. Akademi Gizi Muhammadiyah Surakarta
15. Akademi Teknik Radiologi Citra Bangsa Yogyakarta
16. Beberapa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)
H. Susunan Organisasi dan Dewan Pengawas
1. Susunan Organisasi Rumah Sakit
Sampai saat ini struktur organisasi dan tata kerja (SOTK) yang dipergunakan di Dr. Soeradji Tirtonegoro masih mengacu pada Surat Keputusan Menteri Keseharan RI Nomor 545 / Menkes / SK / VI / 1994 tanggal 13 Juni 1994, namun untuk kepentingan Rencana Bisnis dan Anggaran Tahun 2008 ini kami menyusunnya berdasarkan proyeksi tata kelola rumah sakit PPK-BLU yang saat ini telah selesai dirumuskan dan tinggal menunggu pengesahannya. Adapun susunan SOTK yang dimaksud terdiri atas : (struktur selengkapnya terlampir)
1. Direktur Utama
2. Direktur Pelayanan Medik & Keperawatan
Dibawah Direktur Pelayanan Medik & Keperawatan ini terdapat tiga Bidang, yaitu :
a. Bidang Pelayanan Medik
b. Bidang Pelayanan Keperawatan
c. Bidang Fasilitas Medik dan Keperawatan
Masing-masing Bidang di atas mempunyai satu Seksi Perencenaan dan pengembangan serta satu Seksi Monitoring dan Evaluasi.
Direktorat medik dan keperawatan mempunyai beberapa instalasi yang berfungsi sebagai sentral unit bisnis.
a. Instalasi Rawat Jalan
b. Instalasi Rawat Darurat
c. Instalasi Rawat Inap
d. Instalasi Rawat Intensif
e. Instalasi Bedah Sentral
f. Instalasi Farmasi
g. Instalasi Rehabilitasi Medik
h. Instalasi Patologi Kilnik
i. Instalasi Patologi Anatomi
j. Instalasi Radiologi
k. Instalasi Rekam Medik
l. Instalasi Persalinan
3. Direktur Umum, SDM dan Pendidikan
Dibawah Direktur Umum, SDM dan Pendidikan terdapat dua Bagian, yaitu :
a. Bagian Umum dan Sumber Daya Manusia
Pada bagian ini terdapat tiga Sub Bagian, yaitu :
1). Sub Bagian Tata Usaha
2). Sub Bagian Rumah Tangga
3). Sub Bagian Sumber Daya Manusia
b. Bagian Pendidikan dan Penelitian
Terdapat dua Sub Bagian pada Bagian ini, yaitu :
1). Sub Bagian Pendidikan dan Pelatihan
2). Sub Bagian Penelitian dan Pengembangan
Beberapa Instalasi yang berada di bawah koordinasi Direktur Umum, SDM dan Pendidikan adalah :
a. Instalasi Gizi
b. Instalasi Sterilisasi Sentral
c. Instalasi Forensik dan Perawatan Jenazah
d. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
e. Instalasi Sanitasi
4. Direktur Keuangan
Terdapat tiga Bagian di bawah Direktur Keuangan ini, yaitu :
a. Bagian Perencanaan dan Anggaran
1). Sub Bagian Penyusunan Program dan Anggaran
2). Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan
b. Bagian Perbendaharaan dan Mobilisasi Dana
1). Sub Bagian Perbendaharaan
2). Sub Bagian Mobilisasi Dana
c. Bagian Akuntansi
1). Sub Bagian Akuntansi Keuangan
2). Sub Bagian Akuntansi Manajemen dan verifikasi
Beberapa Instalasi yang berada di lingkungan Direktorat Keuangan adalah :
a. Instalasi Tata Usaha Rawat Pasien
b. Instalasi Penyelesaian Piutang Pasien
c. Instalasi Pemasaran dan Hubungan Masyarakat
d. Instalasi Sistem Informasi Rumah Sakit
Selanjutnya unit-unit non struktural yang ada adalah :
1. Komite Medis
2. Komite Etik dan Hukum
3. Komite Pengembangan dan Unggulan
4. Satuan Pengawas Intern
2. Dewan Pengawas
Saat ini Dewan Pengawas belum dibentuk dan akan segera ditindaklanjuti setelah Surat Pengesahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) PPK-BLU untuk RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro ditetapkan.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dikemukakan hasil penelitian yang dilakukan beserta pembahasannya. Uraian akan diawali dengan menjelaskan implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003, factor-faktor yang mempengaruhi dan hambatan yang dirasakan dalam proses implementasi. Selanjutnya di bagian akhir akan dilakukan pembahasan hasil penelitian dibandingkan dengan teori yang digunakan. Untuk lebih jelasnya dikemukakan masing-masing sebagai berikut :
A. Implementasi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/ jasa Pemerintah di RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Sebagai sebuah organisasi Pemerintah, RSUP Soeradji Tirtonegoro dalam rangka pengadaan barang dan jasa, pelaksanaannya mengacu pada ketentuan Keppres Nomor 80 tahun 2003. Untuk itu dalam melihat proses implementasinya maka uraian akan diawali dengan deskripsi mengenai proses pengadaan barang/ jasa itu sendiri. Menurut Kepala Sub Bagian Penyusunan Program Rumah Sakit Umum Pusat Suradji Tirtonegoro, proses pengadaan barang/ jasa melalui beberapa tahap. Ini seperti apa yang dikemukakannya sebagai berikut :
Selayaknya ketentuan dalam Keppres nomor 80 tahun 2003 maka proses pengadaan barang di RSUP Soeradji Tirtonegoro, dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan pengadaan dan tahap penilaian. (wawancara bulan juli 2007)
Untuk memperjelas tentang hal tersebut berikut ini dikemukakan tahapan-tahapan nya sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan pengadaan barang/ jasa Pemerintah
Menurut Kasubag Penyusunan program, pada tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan yaitu :
a). Perencanaan Pengadaan barang/ jasa
Dalam hal perencanaan pengadaan barang/ jasa untuk kebutuhan Rumah sakit, pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing unit kerja dan dikoordinir di Sub Bagian Perencanaan, Hal ini seperti dikemukakan oleh Kasubag Perencannan RSUP Soeradji Tirtonegoro sebagai berikut :
Untuk masalah pengadaan barang/ jasa di RSUP Soeraji Tirtonegoro, identifikasi kebutuhan biasanya dilakukan oleh masing-masing unit kerja, dan dikoordinir dan dikumpulkan di Sub Bagian Perencanaan. Proses ini dilakukan biasanya pada awal tahun. Sub Bagian Perencanaan menerima masukan atau usulan dari masing-masing unit kerja tersebut (wawancara juni 2007) .
Apa yang dikemukakan oleh Kasubag Perencanaan Program tersebut dibenarkan oleh Kepala Bagian Kepegawaian RSUP sebagai berikut :
Memang untuk kebutuhan akan peralatan rutin seperti ATK , maupun alat-alat rumah tangga, kami dari masing-masing unit mengajukan melalui Sub Bagian Perencanaan. Dan sub Bgain perencanaanlah yang pada akhirnya akan menyusun sebagai suatu perencanana tahunan untuk kebutuhan barang dan jasanya. Hal ini biasanya dilakukan pada awal tahun anggaran yaitu pada bulan januari. (wawancara juli 2007).
b). Pembentukan Panitia Pengadaan/ penunjukan pejabat pengadaan Barang/ jasa
Setelah perencanaan untuk pengadaan barang dibuat, maka selanjutnya dibentuk panitia yang akan menangani pengadaannya. Ini seperti dikatakan oleh Wakil Direktur bidang administrasi sebagai berikut :
Kita Di RSUP, setelah masing-masing unit kerja mengusulkan kebutuhannya, maka persoalan pengadaan kita serahkan pada Panitia Pengadaan barang/ jasa. Panitia ini dibentuk dengan SK Direktur. (wawancara juni 2007)
Hal itu dibenarkan oleh Kasubag Perencanaan Program RSUP dengan menyatakan sebagai berikut :
Kami di bagian Perencanaan hanya membuat dan menampung kebutuhan-kebutuhan masing-masing unit. Untuk pengadaannya, biasanya Direktur membentuk panitia yang dibentuk dengan Surat keputusan Direktur Rumah Sakit Panitia tersebut berbeda antara pengadaan barang yang non medik dan yang medik.(wawancara juni 2007)
Adapun Panitia Pengadaan Barang Non medis dan pekerjaan (jasa) Perbaikan/ Pemeliharaan Alat-alat non medis tahun 2006 berdasarkan Keputusan Direktur RSUP Soeradji Tirtonegoro, Klaten nomor : PL.00.06.01.03E.03A, tanggal 2 januari 2006 terdiri atas :
1. Ketua : Mustaqim S.IP, M. Si
2. Sekretaris I : Muslimah
Sekretaris II : Sri Asih Wulandari, SH
3. Anggota : Ririn Yuliati, S. SiT
: Triyono.
Dalam melaksanakan kegiatannya, panitia Pengadaan barang / jasa non medis ini bertugas sebagai berikut:
1. Menyusun rencana dan menetapkan :
a). Rencana kerja dan syarat-syarat pengadaan
b). Tata cara pengadaan
c). Syarat-syarat peserta penunjukkan langsung/ pemilihan langsung/ pelelangan untuk diajukan kepada Direktur guna mendapatkan persetujuan/ pengesahan.
2. Melaksanakan proses pengadaan barang dan pelaksanaan pekerjaan sesuai prosedur/ aturan yang berlaku
3. Membuat laporan pertanggungjawaban kepada Direktur.
c). Penetapan sistem pengadaan
Dalam tahap perencanaan ini setelah Panitia terbentuk maka selanjutnya Panitia Pengadaan akan menetapkan sistem pengadaan yang akan dilakukan. Menurut Ketua Panitia Pengadaan barang/ jasa di RSUP Soeradji Tirtonegoro, system pengadaan yang dilakukan dalam hal ini berbeda-beda tergantung spesfikasinya. Ini seperti diungkapkan sebagai berikut :
Untuk system pengadaan, kita tetap mengacu pada Keppres nomor 80 tahun 2003. Sistem yang kita gunakan bervariasi sesuai dengan besar kacilnya danaatau anggaran yang akan digunakan ( wawancara juni 2007)
Adapun ketentuan yang dimaksud diantaranya adalah :
1). Untuk anggaran diatas Rp. 100 juta maka dilakukan lelang secara terbuka
2). Untuk Rp. 10 juta sampai Rp. 100 juta dilakukan melalui penunjukan rekanan secara langsung
3). Untuk anggaran yang berada pada level dibawah Rp.10 juta biasanya dilakukan pembelian secara tunai, langsung oleh unit kerja yang bersangkutan, dengan rekomendasi dari Panitia.
Ketentuan diatas digunakan sebagai pedoman oleh pihak Rumah sakit. Namun demikian dalam prakteknya banyak terjadi hal-hal yang tak seperti diharapkan. Menurut Panitia Pengadaan Barang dan jasa non medik, hal ini disebabkan karena kebiasaaan yang sudah ada. Misalnya untuk lelang jarang diadakan karena sudah ada rekomendasi dari pusat tentang rekanan yang akan ditunjuk. Demikian pula untuk penunjukan rekanan, biasanya mengacu pada pengalaman yang sudah ada.
d). Penyusunan jadual pelaksanaan pengadaan
Penentuan jadual pengadaan barang/ jasa yang ada di RSUP Suradji Tirtonegoro Klaten, biasanya dilakukan setiap triwulan. Hal ini seperti dikemukakan oleh Ketua Panitia Pengadaan barang dan jasa RSUP sebagai berikut :
Untuk jadual biasanya kita buat setiap triwulan. Hal itu untuk lebih memudahkan pencairan dananya. Jadual biasanya berisi tentang berbagai pewrsiapn yang akan dilaklukan dalam kaitan dengan pengadaan, hingga terbitnya Surat perintah Kerja. (wawancara juni 2007)
Pernyataan diatas dibenarkan oleh Kasubag Anggaran dan Perbendaharaan RSUP Suradji Tirtonegoro yang menyatakan sebagai berikut :
Untuk memudahkan pencairan dananya, biasanya kita lakukan penjadualan kegiatan pengadaan pada setiap triwulan. Oleh karena itu masing-masing unit kerja harus bisa memprioritaskan kebutuhan yang harus dipenuhinya terlebih dahulu (wawancara juni 2007)
Dalam jadual tersebut dicantumkan agenda kegiatan beserta tanggal pelaksanaannya. Berikut ini ditampilkan salah satu contoh jadual pengadaan kebutuhan gudang perlengkapan untuk triwulan I tahunh 2006.
Tabel 5.1.
Jadual Kegiatan Pengadaan Gudang perlengkapan Triwulan I tahun 2006
No Kegiatan Tanggal No. Agenda
1. Pemberian undangan 1/2/06 PL..06.01.03E.03B500A
2. Pengambilan dokumen Prakualifikasi 4/2/06 –
3. Pakta integritas 4/2/06 PL.06.01.03E.03B.608B
4. Pengembalian dokumen prakualifikasi 7/2/06 PL.06.01.03E.03B.675A
5. Evaluasi dokumen 9/2/06 PL.06.01.03E.03B.675A
6. Pengumuman hasil prakualifikasi 11/2/06 PL.06.01.03E.03B.709A
7. Penjelasan Pekerjaan 13/2/06 PL.06.01.03E.03B.726A
8. Pemasukan Penawaran 15/2/06 –
9. Evaluasi dokumen penawaran 17/2/06 PL.06.01.03E o3B 806A
10. Negosiasi teknik dan biaya 20/2/06 PL.06.01.03E.03B.880A
11. Laporan dan usul persetujuan penetapa harga dan penujukan pelaksana pekerjaan 22/02/06 PL.06.01/03E.03B.914A
12 Persetujuan Penetapan harga 24/2/06 PL.06.01.03E.03B.945A
13. Penunjukan pelaksana 25/2/06 PL.06.01.03E.03B.954A
14. Surat Perintah Kerja (SPK) 27/2/06 PL.06.01.03E.03B.972A
Sumber : Laporan Panitia Pengadaan Barang jasa triwulan I, tahun 2006.
Dari tabel diatas nampak bahwa tahap perencanaan pengadaan barang/ jasa hanya dilakukan dalam waktu satu bulan. Sebenarnya hal itu akan sangat efektif jika dalam prakteknya dilakukan sesuai dengan jadual waktu yang ditentukan. Akan tetapi dalam kenyataanya jadual tersebut sering mundur dan tak tepat waktu. Hal ini seperti diungkapkan salah seorang staff di Sub bagian Anggaran sebagai berikut ;
Sebenarnya dari sisi penjadualan telah dilakukan dengan baik. Akan tetapi kenyataannya sering tidak ditepati. Ketidaktepatan itu biasanya disebabkan karena kesibukan tugas rutin yang diemban oleh Panitia Pengadaan barang/ jasa, dan ketergantungannya pada unsure pimpinan. (wawancara juni 2007)
Ini dibenarkan oleh sekretaris panitia pengadaan barang/ jasa sebagai berikut ;
Memang dalam kenyataanya semua tak bisa berjalan sesuai jadual yang dibuat. Ini disebabkan karena kesibukan pekerjaan rutin dari panitia. Hal itu m,emang seharusnya dimaklumi, mengingat barang yang harus dibeli juga tidak harus seketika itu ada. Disamping itu ada kecenderungan senantiasa menghadirkan pimpinan dalam rapat atau pertemuan yang diadakan. Padahal posisi pimpinan atau direktur sering tak ada di tempat (wawancara juni 2007).
e). Penyusunan dokumen Pengadaan barang/ jasa
Kegiatan terakhir yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah menyusun dokumen pengadaan barang. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh Panitia Pengadaan Barang/ jasa Pemerintah yang ditunjuk. Diantara dokumen-dokuemn yang harus dibuat antara lain adalah :
1. Formulir Penilaian Kualifikasi Pekerjaan (Surat Pernyataan minat untuk mengikuti pengadaan).
2. Pakta Integritas. Dokumen ini ditanda tangani oleh Pengguna Barang/ jasa yaitu Direktur Rumah skit, Panitia Pengadaan dan Penyedia barang/ jasa. Adapun isinya antara lain tentang ;
a). kesediaan untuk tidak melakukan KKN.
b). Melaporkan pada pihak yang berwenang jika mengetahui ada indikasi KKN
c). Berjanji melaksanakan tugas dengan bersid, transparan dan professional
d). sangsi jika melanggar
3. Berita Acara Evaluasi dokumen Prakualifikasi, yang dibuat oleh Panitia Pengadaan barang dan jasa.
4. Berita acara penjelasan pekerjaan, yang berisi tentang waktu, tempat dan undangan yang dihadirkan dalam acara penjelasan pekerjaan beserta kaulifikasinya.
5. Berita Acara evaluasi penawaran, yang berisi tentang evaluasi penawaran yang masuk. Adapaun proses evaluasi ini terdiri atas ;
a) Penilaian administrasi penawaran
b) Uraian barang yang ditawarkan sesuai dengan spesifikasi
c) Harga yang ditawarkan
6. Berita acara negosiasi. Proses negosiasi meliputi negosiasi atas berbagai hal yaitu :
a) jenis / item barang/ pekerjaan
b) Volume atau spesifikasi barang/ pekerjaan
c) Ketentuan pembayaran dan juga pekerjaan
d) Penawaran harga
7. Persetujuan penetapan harga
8. Penunjukan pelaksana Pekerjaan
9. Pembuatan Surat perintah kerja
2. Tahap Pelaksanaan pengadaan barang/ jasa Pemerintah
Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan diantaranya adalah penentuan perusahaan rekanan yang ditunjuk, penyusunan kontrak, dan pelaksanaan kontrak. Tahap pelaksanaan pekerjaan dimulai ketika sudah ditentukan siapa yang menjadi pelaksana kegiatan pengadaan barang. Hal ini akan nampak setalah diterbitkannya Surat perintah Kerja oleh Panitia Pengadaan barang/ jasa. Dalam hal penentuan pelaksana kegiatan diatur dengan ketentuan sebagai berikut ;
1. Pengadaan diatas Rp. 100 juta dilakukan lelang secara terbuka. Akan tetapi untuk tahun 2006 kegiatan ini tidak dilakukan mengingat pada tahun ini tak ada pengadaan barang non medik dengan nominal diatas Rp. 100 juta tersebut. Disamping itu dalam kenyataannya pada tahun-tahun sebelumnya pengadaan dengan nominal diatas Rp. 100 juta, pelaksananya ditentukan oleh Pusat. Dengan demikian pihak RSUP hanya tinggal membuat SPK untuk rekanan yang ditunjuk. Ini seperti dikemukakan oleh ketua Panitia Pengadaan sebagai berikut :
Memang dalam ketentuan dinyatakan bahwa pengadaan diatas Rp. 100 juta harus dilakukan lelang secara terbuka. Namun demikian biasanya lelang itu tidak kita lakukan secara terang-terangan. Ini mengingat semuanya sudah ditentukan oleh Departemen Kesehatan Pusat. Kami hanya tinggal melaksanakannya saja. Untuk tahun 2006 di RSUP tidak ada pengadaan barang kebutuhan rutin seharga diatas Rp 100 juta tersebut ( wawancara juli 2007).
Pernyataan ketua Panitia tersebut dibenarkan oleh anggota Panitia Pengadaan yang lain dengan menyatakan pendapatnya sebagai berikut ;
Tahun 2006 kebetulan di RSUP tidak ada pengadaan barang kebutuhan rutin non medik yang berada di leveldiatas RP. 100 juta. Jika pun ada biasanya itu berdasarkan penunjukan langsung dari Pusat. Kita hanya tinggal membuat Surat perintah kerja untuk pelaksanannya saja (wawancara juni 2007).
2. Untuk pengadaan diatas Rp. 10 juta sampai dengan Rp. 100 juta biasanya digunakan penunjukan secara langsung, atas dasar penawaran yang diajukan oleh rekanan. Ini sesuai dengan pernyataan Sekretaris Panitia pengadaan yang menyatakan sebagai berikut :
Pembelian diantara Rp. 10 juta hingga Rp. 100 juta dilakukan dengan mekanisme penunjukan secara langsung terhadap penawaran-penawaran dari rekanan yang masuk. Dalam hal ini biasanya kita menggunakan rekanan yang selama ini sudah diajak bekerjasama dan hasilnya tidak mengecewakan. (wawancara juni 2007)
Untuk tahun 2006 beberapa rekanan yang ditunjuk adalah sebagai berikut :
Tabel 5.2.
Nama-nama rekanan RSUP untuk pengadaan barang kebutuhan rutin non medik
No. Nama rekanan Alamat Jenis barang
1. CV Pandulu Seto Klaten Barang kewbutuhan poko, makanan dsb
2. UD Saudara Klaten ATK, barang cetakan
3. PT Bhakti Kurnia Tama Klaten Peralatan Rumah Tangga
4. CV Dian Rana Klaten Barang kebutuhan rumah tangga
Sumber : Panitia Pengadaan barang/ jasa RSUP th 2006.
3). Sedangkan ketentuan untuk pelaksanaan pekerjaan pengadaan dengan anggaran dibawah Rp. 10 juta biasanya dilakukan secara langsung dengan rekomendasi dari Panitia Pengadaan, Adapaun pelaksana pengadaannya adalah pelaksanan di tingkat unit kerja.
Setelah penunjukan dilakukan maka selanjutnya dibuat kontrak kerja dengan pihak rekanan Ini dilakukan setelah diterbitkannya surat keterangan penunjukan pelaksana pekerjaan. Dalam kontrak kerja tersebut tertulis berbagai hal antara lain :
a). Nomor dan tanggal sumber anggaran
b). Kode kegiatan
c). Nomor dan tanggal SPK Kontrak
d) Nama dan alamat rekanan
e). Nilai kontrak
f). Uraian dan volume pekerjaan
g). Cara pembayaran
h). Jangka waktu pelaksanaan peekrjaan
i). Tanggal penyelesaian pekerjaan
j). Ketentuan sanksi
Dengan ditandatanganinya kontrak maka berarti bahwa proses pelaksanan pekerjaan pengadaan tinggal menunggu realisasinya. Pelaksanaan kegiatan ini tentunya mengacu pada kontrak yang telah disepakati.
3. Tahap evaluasi/ penilaian dan pencocokan barang yang dipesan
Penilaian atas barang yang dipesan adalah tanggung jawab pada pihak gudang. Pihak gudang akan mencocokan barang yang diterima dengan barang yang dipesan. Dalam hal ini biasanya di RSUP dibentuk Tim kecil yang diketuai oleh Kepala gudang perlengkapan RSUP Soeradji Tirtonegoro. Ini seperti diungkapkan oleh Panitia Pengadaan barang sebagai berikut ;
Setelah kontrak ditandatangani dan direalisasikan maka selanjutnya untuk penerimaan dan pencocokan barang dipercayakan kepada panitia kecil yang diketuai oleh kepala gudang perlengkapan RSUP. Panitia ini sering disebut dengan Tim pembantu Direktur Untuk menerima Barang dan jasa. Tugas pokok Panitia/ tim ini adalah mencocokan barang yang dipesan dengan yang diteriam, baik kualitas maupun kuantitasnya ( wawancara juni 2007)
Adapun anggota Tim Pembantu Direktur untuk menerima barang non medis untuk tahun 2006 adalah sebagai berikut ;
a) . Ketua : Dra Nining Setyawati, M. Si
b). Sekretaris I : Ririn Yuliati, SD.So.T
c.). Sekretaris II : Muslimah
d). Anggota ; 1. Triyono
2. CH. Suryati, AMK
Pemeriksanaan atas barang yang diterima dilakukan dengan diterbitkannya Berita acara penerimaan barang. Dalam berita acara tersebut tercantum hari, tanggal dan tempat diserahkannya barang-barang yang dipesan, serta kesimpulan Tim atas barang-barang yang dipesan tersebut. Dalam pelaksanaan tahun 2006 proses penerimaan berjalan baik. Ini berarti bahwa tidak ada barang pesnan yang datang yang tak sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam kontrak dan SPK. Ini dinyatakan oleh Ketua Tim sebagai berikut :
Hasil pemeriksaan yang kami mlakukan untuk tahun 2006 tidak ada barang yang dikembalikan pada rekanan karena tak sesuai dengan ketentuan pemesanan. Hampir semua dapat dilakukan dengan baik dan sesuai pesanan RSUP (wawancara juni 2007)
Dari semua uraian diatas jika kita melihat proses implementasinya nampak bahwa prtoses implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 di RSUP Soeradji Tirtonegoro telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Keseluruhan tahapan-tahapan yang seharusnya dilaksanakan telah direalisasikan dengan baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses implementasi telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dari keppres Nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pengadaan barang/ jasa pemerintah.
Dengan demikian dari sisi kepatuhan pada aturan pelaksanaan dapat dikatakan bahwa para pelaksana di RSUP Suradji Tirtonegoro telah mematuhi apa yang tertuang dalam pedoman pelaksanaan yaitu Keppres nomor 80 tahun 2003 tersebut. Para pelaksana mematuhi apa yang ada dalam ketentuan tersebut. Dampaknya adalah bahwa proses berhjalan seperti yang diharapkan.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 di RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten
Berdasarkan definisi operasional yang dikemukakan dibagian depan maka dalam penenlitian ini diidentifikasi sejumlah factor yang mempengaruhi proses implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 di RSUP Soeradji Tirtonegoro. Adapun factor tersebut adalah :
1). Sikap pelaksana
Dari sisi sikap pelaksana nampak bahwa para pelaksana di RSUP konsisten dalam upayanya melaksanakan ketentuan pengadaan barang/ jasa sesuai dengan Keppres tersbut. Konsistensi ini dapat dilihat dari keseluruhan tahapan-tahapan yang dilakukan beserta persyaratan administrasi yang disediakan. Para pelaksana nampak sangat menguasai pedoman pelaksanaannya dengan baik sehingga tidak terjadi upaya saling menyalahkan dalam hal pengadaan barang/ jasa pemerintah tersebut. Komitmen yang tinggi dari Panitia Pengadaan dan Tim Pembantu Direktur untuk menerima barang non medis terlihat cukup baik. Mereka telah bekerja secara optimal disela-sela pekerjaan rutin mereka. Namun demikian kecenderungan pelaksana untuk senantiasa menunggu petunjuk dari atasan telah menyebabkan pelaksanaan pekerjaan yang agak terlambat dan tak sesuai dengan penjadualan yang dilakukan. Kecenderungan pihak Panitia untuk senantiasa menghadirkan Direktur atau Wakil Direktur RSUP sering menjadi hambatan dalam upaya menepati jadual yang telah ditetapkan. Ini disebabkan karena padatnya jadwal kegiatan dari Direktur dan wakil direktur tersebut.
2). Sumber daya
Dari sisi sumber daya, baik berupa sumber daya manusia maupun sumber dananya, sangat mempengaruhi implementasi keppres tersebut. Keanggotaan Panitia yang pada umumnya telah berpendidikan dan cukup pengalaman serta telah menduduki jabatan tertentu di RSUP telah menyebabkan proses implementasi dapat dengan baik dilaksanakan. Pengalaman mereka sebagai pegawai ditopang dengan kualitas dan kemaun mereka telah menghasilkan kinerja implementasi pengadaan barang/ jasa yang sesuai dengan ketentuan. Hal itu didukung dengan tersedianya dana yang akan digunakan. Keseluruahan dana uantuk pembelanjaan pengadaan barang tak pernah terlambat, sehingga pihak rekananpun menjadi lebih serius dalam menjalin kerjasama pengadaan barang/ jasa.
3). Sistem komunikasi yang dibangun
Meskipun implementasi telah dilakukan dengan baik akan tetapi implmentasi akan dapat dilakukan dengan lebih baik jika komunikasi antar pelaksana khususnya antara unit kerja (user) dengan panitia berjalan harmonis. Selama ini komunikasi secara intensif antara user dan Panitia jarang dilakukan. User hanya mengajukan permohonan poengadaan pada Panitia dan Panitia tinggal melaksanakan pengadaannya. Dengan demikian yang terjadi justru semuanya saling menunggu. Kenyataan ini juga sebagai salah satu penyebab ketidaksesuaian pelaksanaan dengan agenda yang dijadwalkan.
C. Hambatan-hambatan yang ditemukan dalam proses implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003
Dalam pelaksanaan pengadaan barang/ jasa di RSUP Soeradji Tirtonegoro ditemukan sejumlah hambatan. Diantaranya adalah :
1). Hambatan yang bersumber dari kinerja Panitia, dinataranya adalah persoalan ketidaktepatan waktu pelaksnaan dengan jadual yang telah ditetapkan. Disamping itu juga kurangnya komunikasi antara user dengan panitia. Otoritas yang dimiliki oleh Panitia cenderung meneybabkan Panitia bekerja kurang terkoordinasi dengan user. Akibatnya sering terjadi ketidaksinkronan akan keperluan yang harus segera dihadapi pada saat iutu. Seringkali user merasa bahwa pengadaan terlambat. Sebagai contoh misalnya adalah pengadaan untuk tI, barang baru diterima akhir triwulan II. Hal ini sedikit banyak tentu akan berpengaruh terhadap proses pelaksnaan pekerjaan. Hambatan yang lain yang dirasakan dalam kaitannya dengan kinerja panitia adalah kurang adanya trasparansi dalam pengadaan barang/ jasa. Ini disebabkan kecenderungan Panitia untuk senantiasa menunggu petunjuk dan memuaskan pimpinan. Dampak yang terjadi adalah tidak mengetahuinya user tentang seluk beluk dan proses pengadaan barang dan jasa tersebut.
2. Hambatan yang bersumber dari system yang sudah ada. Hambatan ini berkaitan dengan kecenderungan melakukan penunjukan langsung atas rekanan dengan kurang memperhatikan aspek inovasi atau mencoba rekanan baru dalam hal pengadaan. Barang dan jasa pemerintah. Dalam kenyataannya proses lelang juga tidak dilakukan. Mekanisme penunjukan langsung baik dari Departemen kesehatan Pusat maupun dari pejabat lokal menjadi salah satu hambatan peningkatan efektivitas pelaksanaan Keppres tersebut.
D. Pembahasan
Berdasarkan semua uraian diatas jika kita mengacu pada konsep implementasi dari Ripley dan Franklin (1986) maka dapat dikatakan bahwa dari sisi kepatuhan, pelaksanaan Keputusan presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman pelaksanan Pengadan barang/ jasa Pemerintah di RSUP Soeradji Tirtonegro Klaten telah dilaksanakan sesuai dengan standar aturan yang ada. Keseluruhan tahapan-tahapan mulai dari perencanaan hingga evaluasi telah dilakukan sesuai ketentuan.
Menurut Ripley dan Franklin (1986) untuk melakukan penelitian implementasi maka yang harus dilakuklan adalah memberikan penjelasan atas dua aspek yaitu aspek kepatuhan (compliance) dan menguraiakn apa yang terjadi sela aproses itu berlangsung (what’s happened).
Dari sisi kepatuhan, para pelaksana sudah cukup optimal dalam pelaksanaan tugasnya. Mereka mempunyai komitmen yang tinggi dalam pelaksanana Keppres tersebut. Hal ini mempngaruhi kerbhasilan implementasinya. Meskipun demikian berbagai kekurangan, khususnya dalam hal komunikasi, transparansi dan kecenderungan menunggu petunjuk masih terjadi.
Sementara itu untuk menjelaskan apa yang terjadi (what’s happened), selain dijelaskan proses yang berlangsung, dapat dilakukan identifikasi berbagai hal yang terjadi selama proses implementasi dengan mengambil beberapa indicator yang mungkin bisa berperanan mempengaruhi dalam proses implementasi program. Diantara factor-faktor yang diidentifikasi tersebut antara lain sikap pelaksana, komunikasi yang dibangun, sumber daya yang digunakan. Faktor-faktor tersebut diadopsi dari beberapa model Topdown yang dikemukakan seperti Grindle, Van meter dan Van Horn, serta Sabatier & Mazmanian.
Dari beberapa faktor diatas semuanya mempengaruhi proses pelaksanaan Kepmendiknas tersebut. Dari sisi sikap pelaksana, pemahaman yang baik tentang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk tehnis telah menyebabkan kinerja implementasi yang optimal dari pelaksana. Menurut Samodra Wibawa (1994 : 21) bahwa sikap pelaksana merupakan kognisi, netralitas, dan obyektivitas para individu pelaksana yang dapat memahami kondisi dan menerima sasaran agar mau melaksanakan aturan-aturan yang telah disepakati akan memberikan dukungan positif terhadap keberhasilan implementasi. Ketidakpahaman mereka akan juklak dan juknis menyebabkan proses pelaksanaanya seperti sesuatu yang tak ada kepastiannya.
Komunikasi yang dilakukan meskipun agak tersendat namun masih mampu menjadikan pelaksanaan program berjalan seperti yang diharapkan. Faktor sumber daya manusia khusunya pelaksana kebijakan juga merupakan factor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi. Namun demikian juga masih ditemukasn berbagai hal yang dirasa kurang dalam hal implermentasi. Keppres tersebut
Hal ini berarti bahwa masih ada hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan Kepmendiknas tersebut. Jika diidentifikasi maka hambatan tersebut berupa hambatan system, hambatan komunikasi serta hambatan yang bersumber dari sisi kinerja Panitia Pengadaan barang/ jasa. .
BAB VI
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa secara umum implementasi Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan barang/ jasa Pemerintah di Rumah Sakit Umum Pusat Suradji Tirtonegoro telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya. Keseluruhan tahapan-tahapan dalam proses implementasi telah dilakukan dengan baik. Namun demikian dari hasil penelitian juga masih ditemukan berbagai hambatan dalam implementasi Keppres tersebut. Secara lebih terperinci kesimpulan tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Proses implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 telah dilakukan mulai tahap perencanaan, pelaksanaan hingga tahap evaluasi. Dalam tahap perencanaan sudah dilakuakn berbagai upaya seperti identifikasi kebutuhan masing-masing unit kerja, pembentukan Panitia Pengadaan barang/ jasa, hingga penyiapan segala berkas administrasi dan dokumen untuk pengadaan..
2. Tahap pelaksanaan, dimulai setalah berhasil memilih rekanan untuk pengadaan hingga dibuatnya kontrak kerja sama dan terbitnya Surat perintah Kerja bagi rekanan yang ditunjuk. Dalam hal ini sejumlah rekanan diambil dari potensi lokal/ daerah yang ada.
3. Tahap evaluasi dilakukan dengan pencocokan barang yang dibeli dengan pesanan yang datang dari rekanan. Untuk keperluan ini ditangani oleh Tim pembantu Direktur untuk menerima barang / jasa yang dipesan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa selama tahun 2006 semua pesanan yang diajukan oleh rekanan telah memenuhi persyaratan seperti yang dipesan, baik dari sisi kualitas mapun kauntitas.
4. Dari sisi kepatuhan disimpulkan bahwa para pelaksana telah mematuhi Keppres tersebut, sehingga proses implementasi bisa berjalan seperti yang diharapkan. Pelaksana cukup mempunyai komitmen untuk mengimplementasikan Keppres tersebut. Mereka telah memahani substansi Kepprer dengan baik dan benar.
5. Berdasarakan hasil penelitian juga dapat disimpulkan bahwa sejumlah factor diidentifikasi sebagai factor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi. Faktor tersebut antara lain adalah sikap pelaksana, sumber daya yang digunakan serta system komunikasi yang dibangun.
6. Hambatan yang ditemukan dalam implementasi keppres tersebut diantaranya adalah hambatan yang bersumber dari kinerja panitia, dan hambatan system. Yang bersumber dari kinerja Panitia lebih disebabkan karena kecenderungan panitia menunggu pimpinan dalam setiap kegiatan, dan karena kesibukan panitia melaksanakan tugas rutinnya. Sedangkan yang bersumber dari system lebih berupa penunjukan langsung rekanan dan kebiasaan mengikuti hal-hal yang sudah ada dan dilakukan sejak dahulu. Ini berdampak pada kurangnya kreativitas dan transparansi dari pelaksana dalam hal pengadaan barang dan jasa di RSUP Suradji Tirtonegoro
B. Saran-saran
Sejumlah saran yang peneliti rekomendasikan dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Perlu dilakukan langkah-langkah kongkrit untuk lebih menunjukkan adanya transparansi dalam hal pengadaan barang dan jasa di RSUP, sebab selama ini berbagai pihak termasuk unit kerja tidak mengetahui proses pengadaan itu sendiri.
2. Mekanisme penunjukan langsung mestinya sudah dikurangi, dan diganti dengan cara-cara yang lebih obyektif melihat penawaran yang menguntungkan pihak RSUP Suradji Tirtonegoro.
3. Perlu diupayakan komunikasi yang intensif antara pelaksana dari persncanaan hingga evaluasinya. Denagn demikian ada keharmonisan dalam upaya memenuhi kebutha barang jasa pada masing-masing unit kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulwahab, Solichin, 1990, Pengantar Analisis Kebijakasanaan Negara, Rineka Cipta, Malang.
__________, 1991, Analisa Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi kebijakan, Bumi Aksarea, Jakarta.
Darwin, Muhajir, 1994, Kebijaksanaan Publik, Buku Pegagan Kuliah, UNS Press, Surakarta, 1994.
Dunn, William N, 1995, Analisis Kebijakan Publik, edisi terjemahan, Gajahmada University Press, Yogyakarta.
Grindle, Merilee S., 1980, Politics and Policy Implementation in The Thirrd World, Princeton Universitty Press, New Yersey.
Moleong, Lexy J, 1994, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rudakarya, Bandung.
Islamy, Irfan M., 1997, Perumusan kebijakasanaan Negara, Bina Aksara, Jakarta.
Matthew B Miles & A Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta.
Meter, Donald S Van and Carl E, Van Horn, 1975, The Policy Implementation Process; A Conceptual Framework, Sage publication, Beverly Hills.
Ripley, Randall B & Franklyn, Grace A., 1986, Policy Implementation and Bureaucracy, The Dorcey Press, Chicago.
Sutopo, HB 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Sebelas Maret University Press, Surakarta.
Wibowo, Samodra, 1994, Evaluasi Kebijakan, PT Grafindo Persada Jakarta.
Sumber-sumber lain :
Keputusan Presiden RI nomor 80 Tahun 2003 dan Perubahannya Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah, CV Minijaya Abadi, Jakarta.
Keputusan Presiden RI nomor 80 Tahun 2003 dan Perubahannya Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah, Fokus Media, 2006, Jakarta.
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi/administrasi-negara/implementasi-keputusan-presiden-nomor-80-tahun-2003-tentang-pedoman-pelaksanaan-pengadaan-b

Siklus hidup sistem

SIKLUS HIDUP SISTEM :
Proses evolusioner yang diikuti dalam menerapkan sistem atau subsistem informasi berbasis komputer.

Tahap – tahap Siklus Hidup :
1. Perencanaan.
2. Analisis.
3. Perancangan.
4. Penerapan / Implementasi.
5. Penggunaan.

EKSEKUTIF ; menetapkan kebijakan dan membuat rencana yang mengatur pemakaian komputer.

KOMITE PENGARAH SIM ; mengelola siklus hidup pengembangan sistem dalam perusahaan.

Fungsi Komite Pengarah SIM :
1. Menetapkan kebijakan yang memastikan dukungan komputer untuk mencapai tujuan strategis perusahaan.
2. Menjadi Pengendali Keuangan; berwenang memberi persetujuan bagi semua permintaan dana yang berhubungan dengan penggunaan komputer.
3. Menyelesaikan pertentangan yang timbul sehubungan dengan prioritas penggunaan komputer.

Ketika tiap siklus hidup melalui tahap pengembangan, para pemimpin proyek mengawasi para anggota tim.

Keuntungan dari melaksanakan proyek CBIS :
1. Menentukan lingkup proyek.
2. Mengenali berbagai area permasalahan.
3. Mengatur urutan tugas.
4. Memberikan dasar untuk pengendalian.

Langkah – langkah dalam Tahap Perencanaan :
1. Menyadari masalah.
2. Mendefinisikan masalah.
3. Menentukan tujuan sistem.
4. Mengidentifikasi kendala – kendala sistem.
5. Membuat studi kelayakan ; tinjauan sekilas pada faktor – faktor utama yang akan mempengaruhi kemampuan sistem untuk mencapai tujuan – tujuan yang diinginkan.
6. Mempersiapkan usulan penelitian sistem.
7. Menyetujui atau menolak penelitian proyek.
8. Menetapkan mekanisme pengendalian.

Langkah – langkah dalam Tahap Analisis:
1. Penelitian sistem.
2. Mengorganisasikan tim proyek.
3. Mendefinisikan kebutuhan informasi.
4. Mendefinisikan kriteria kinerja sistem.
5. Menyiapkan usulan rancangan.
6. Menyetujui / menolak rancangan proyek.

Langkah – langkah dalam Tahap Rancangan :
1. Menyiapkan rancangan sistem yang terinci.
2. Mengidentifikasikan berbagai alternatif konfigurasi sistem.
3. Mengevaluasi berbagai alternatif konfigurasi sistem.
4. Memilih konfigurasi yang terbaik.
5. Menyiapkan usulan penerapan.
6. Menyetujui / menolak penerapan sistem.

Langkah – langkah dalam Tahap Implementasi :
1. Merencanakan penerapan.
2. Mengumumkan penerapan.
3. Mendapatkan sumber daya hardware.
4. Mendapatkan sumber daya software.
5. Menyiapkan database.
6. Menyiapkan fasilitas fisik.
7. Mendidik peserta dan user.
8. Masuk ke sistem baru.

Langkah – langkah dalam Tahapan Penggunaan :
1. Menggunakan sistem.
2. Audit sistem.
3. Memelihara sistem, dilakukan untuk 3 alasan :
 Memperbaiki kesalahan.
 Menjaga kemutakhiran sistem.
 Meningkatkan kinerja sistem.

PROTOTYPING
Memberikan ide bagi designer sistem maupun user potensial tentang cara sistem akan berfungsi dalam bentuk lengkapnya.

Jenis – jenis Prototype :
1. Jenis I , akan menjadi sistem opersional.
Langkah – langkahnya :
 Mengidentifikasi kebutuhan user.
 Mengembangkan prototype.
 Menentukan apakah prototype dapat diterima.
 Menggunakan prototype.
2. Jenis II , langkah – langkahnya :
 Mengadakan sistem operasional.
 Menguji sistem operasional.
 Menentukan jika sistem operasional dapat diterima.
 Menggunakan sistem operasional.

Daya Tarik Prototype :
1. Komunikasi antar analis sistem dan user membaik.
2. Analis sistem dapat bekerja lebih baik dalam menentukan kebutuhan user.
3. User berperan lebih aktif dalam pengembangan sistem.
4. Spesialis informasi dan user dapat menghemat waktu dan usaha dalam mengembangkan sistem.
5. Penerapan menjadi lebih mudah karna user mengetahui apa yang diharapkan.

Kelemahan Prototype :
1. Ketergesaan untuk menghasilakan prototype mungkin menghasilkan jalan pintas dalam mendefinisikan masalah, evaluasi alternatif dan dokumentasi.
2. User begitu tertarik dengan prototype sehingga mereka mengharapkan sesuatu yang tidak realistis.
3. Prototype jenis I mungkin tidak se-efisien sistem yang dikodekan dalam bahasa pemrograman.
4. Hubungan komputer dengan manusia yang disediakan oleh peralatan prototype tertentu mungkin tidak mencerminkan teknik perancangan sistem yang baik.

RAPID APPLICATON DEVELOPMENT
Memberikan respon yang cepat pada kebutuhan user, tetapi dengn lingkup yang lebih luas.
Unsur – unsur R.A.D :
1. Manajemen.
2. Manusia.
3. Metodologi.
4. Peralatan.

COMPUTER AIDED SOFTWARE ENGINEERING ( C A S E )
Merupakan kategori perangkat lunak yang bertujuan mengalihkan sebagian beban kerja pengembangan sistem dari manusia ke komputer.

4 Kategori peralan C A S E :
1. Peralatan CASE tingkat atas; dapat dibuat oleh eksekutif perusahaan saat mereka membuat perencanaan strategis.
2. Peralatan CASE tingkat menengah; dapat digunakan selama tahap analisis dan perancangan untuk mendokumentasikan proses dan data dari sistem yang telah ada maupun sistem yang baru.
3. Peralatan CASE tingkat bawah; digunakan selama tahap implementasi dan penggunaan untuk membantu programmer.
4. Peralatan CASE terintegrasi; menawarkan cakupan kombinasi dari peralatan CASE tingkat atas, menengah dan bawah.

Reference: santiw.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/2941/catsdlc.doc